Warga Kuningan Resah, Dugaan Penyalahgunaan Data Pribadi oleh PT Bahana Ocot Sejahtera Mencuat

KUNINGAN ONLINE – Kekhawatiran warga Kabupaten Kuningan memuncak setelah muncul laporan dugaan penyalahgunaan data pribadi dalam program pembukaan rekening digital yang dijalankan oleh PT Bahana Ocot Sejahtera.

Perusahaan ini menawarkan pembukaan rekening bank digital secara gratis, disertai iming-iming satu liter minyak goreng bagi warga yang bersedia menyerahkan fotokopi KTP dan Kartu Keluarga. Bank yang disebut dalam program tersebut antara lain adalah Bank Central Asia (BCA).

Iklan

Namun, sejumlah warga yang telah menyerahkan identitas mengaku tidak pernah menerima informasi lebih lanjut, seperti nomor rekening ataupun akses ke layanan perbankan. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa identitas mereka digunakan untuk membuka rekening secara tidak transparan dan berpotensi disalahgunakan.

Saat dikonfirmasi, pihak BCA melalui layanan Halo BCA menegaskan“Kami tidak bisa memastikan apakah PT Bahana Ocot Sejahtera merupakan mitra resmi BCA. Kami menyarankan agar pembukaan rekening digital dilakukan langsung melalui aplikasi resmi BCA Mobile, tanpa melalui pihak mana pun dan tanpa iming-iming,” (Jum’at, 30/5/2025).

Iklan

Pernyataan tersebut memunculkan dugaan kuat bahwa PT Ocot menjalankan kegiatan di luar otorisasi bank. Jika terbukti, maka hal ini tidak hanya melanggar etika bisnis, tetapi juga berbagai peraturan perundang-undangan nasional.

Potensi Pelanggaran Hukum

  1. Pelanggaran UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 mengharuskan setiap pihak yang mengumpulkan data pribadi untuk memperoleh persetujuan eksplisit dari pemilik data. Pasal 20 dan 21 menegaskan kewajiban transparansi, tujuan penggunaan, serta hak pemilik data untuk mengakses dan mengoreksi datanya.

Dalam kasus ini, fakta bahwa warga tidak mengetahui keberadaan atau akses terhadap rekening yang dibuka atas nama mereka merupakan pelanggaran prinsip dasar UU PDP.

  1. Pelanggaran UU Perlindungan Konsumen UU Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan bahwa konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur (Pasal 4). Jika PT Ocot tidak menjelaskan secara detail penggunaan data dan tanggung jawab keuangannya, maka hal ini tergolong penyesatan informasi yang merugikan konsumen.
  2. Dugaan Pelanggaran UU Perbankan UU Nomor 10 Tahun 1998 mengatur bahwa penyelenggaraan jasa perbankan hanya boleh dilakukan oleh bank atau pihak yang mendapat izin resmi. Jika PT Ocot tidak memiliki MoU resmi dengan bank yang disebut, maka kegiatannya bisa dianggap ilegal.
  3. Potensi Pemalsuan Dokumen dan Penipuan Jika data identitas digunakan untuk keperluan lain seperti pinjaman online, transaksi ilegal, atau manipulasi identitas, maka dapat dijerat Pasal 263 KUHP (pemalsuan dokumen) dan Pasal 378 KUHP (penipuan).
  4. Pelanggaran Regulasi Fintech dan Transaksi Elektronik Penggunaan data tanpa izin juga bisa melanggar Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016 serta Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE), terutama Pasal 14 dan 15 terkait perlindungan data dan keamanan sistem.

Hingga berita ini diturunkan, PT Bahana Ocot Sejahtera belum memberikan klarifikasi mengenai legalitas kegiatannya, termasuk bukti kemitraan dengan bank maupun izin dari OJK. Sikap bungkam ini memperkuat dugaan bahwa kegiatan yang dijalankan tidak memiliki legitimasi formal.

Kasus ini menjadi cerminan nyata lemahnya literasi digital dan keuangan di masyarakat, khususnya pada kelompok ekonomi bawah yang mudah tergoda oleh imbalan kecil. Di era ekonomi digital, data pribadi adalah aset strategis yang bisa menjadi pintu masuk penipuan dan kejahatan finansial.

OJK, Kominfo, dan aparat penegak hukum perlu segera turun tangan menyelidiki, mengaudit, dan menghentikan praktik-praktik semacam ini. Tanpa langkah hukum tegas, praktik serupa berpotensi menyebar ke wilayah lain dan menjebak masyarakat dalam risiko hukum, finansial, dan kriminalisasi. (OM)