Oleh : Firgy Ferdansyah, HMI Cabang Kuningan
Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap institusi-institusi negara, praktik abuse of power dan nepotisme dalam seleksi pengurus Koperasi Desa Merah Putih di berbagai wilayah Kabupaten Kuningan semakin mengkhawatirkan. Yang seharusnya menjadi lokomotif kemandirian ekonomi desa, justru berubah menjadi ladang subur bagi elite lokal dan kroni-kroninya.
Proses seleksi pengurus koperasi yang seharusnya demokratis, transparan, dan berbasis kompetensi kini dibajak oleh kepentingan politik dan jejaring kekuasaan. Nama-nama calon pengurus “diarahkan” dari atas, tanpa proses uji kompetensi yang terbuka dan akuntabel.
Koperasi Bukan Alat Politik Kekeluargaan
Koperasi bukan ruang politik kekeluargaan. Ia bukan alat untuk mengamankan loyalitas politik, apalagi untuk memperluas jejaring nepotisme. Namun kenyataan hari ini menunjukkan sebaliknya: seleksi dilakukan secara tertutup, penuh intervensi, dan jauh dari semangat koperasi itu sendiri.
Mengapa Ini Berbahaya?
Pertama, ini merusak tata kelola kelembagaan koperasi. Ketika yang dipilih bukan karena kemampuan, melainkan karena hubungan darah atau afiliasi politik, koperasi cenderung dikelola seperti “usaha keluarga”. Keputusan-keputusan yang lahir tidak akan berorientasi pada kepentingan bersama, melainkan pada konsolidasi kekuasaan kelompok tertentu.
Kedua, ini mematikan potensi generasi muda desa yang kompeten. Banyak anak muda di Kuningan yang memiliki pendidikan tinggi, pemahaman koperasi modern, dan semangat inovatif. Namun, mereka tersingkir hanya karena tidak punya “akses ke kekuasaan”. Ini adalah bentuk kemunduran struktural yang berujung pada lahirnya apatisme kolektif.
Ketiga, ini menggagalkan cita-cita ekonomi kerakyatan. Tanpa meritokrasi, koperasi akan kehilangan daya saing dan mandek sebagai lembaga pemberdayaan warga. Alih-alih menjadi roda penggerak ekonomi rakyat, ia akan menjadi simbol kegagalan reformasi ekonomi desa.
Muda Idealis, Dewasa Realistis
Kritik ini bukan untuk mendiskreditkan anggota koperasi yang mayoritas berusia tua. Namun kami, dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kuningan, menegaskan bahwa idealisme pemuda adalah kunci percepatan ekonomi daerah. Yang muda penuh gagasan, yang dewasa realistis, dan yang tua harusnya bekerja demi kepentingan kolektif, bukan oportunis.
Diam adalah bentuk pengkhianatan terhadap masa depan desa. Koperasi sebagai instrumen ekonomi kerakyatan tidak boleh menjadi dinasti baru yang mengulang wajah feodalisme dalam bentuk yang lebih rapi.
Kabupaten Kuningan harus jadi contoh. Perubahan bisa dimulai dari desa, dari koperasi, dari keberanian menolak ketidakadilan.
Yakinkan dengan iman, usahakan dengan ilmu, sampaikan dengan amal.
Yakusa! Yakin Usaha Sampai.