Komisi VIII DPRI Mau Urus Isu Perempuan, Tapi Kenapa Tanpa Perempuan?

KUNINGAN ONLINE – Melihat kondisi keterwakilan perempuan di pemerintahan Indonesia saat ini, saya merasa sangat kecewa. Fakta bahwa jumlah menteri perempuan kurang dari 10% sudah cukup menggambarkan betapa minimnya perhatian terhadap isu ini. Namun, yang lebih menyedihkan adalah kenyataan bahwa seluruh pimpinan Komisi VIII DPR RI, yang seharusnya mengurus isu-isu perempuan, adalah laki-laki.

Saya tidak bisa tidak bertanya-tanya, bagaimana kita bisa berharap kebijakan yang inklusif dan responsif dapat muncul dari komisi yang tidak memiliki representasi perempuan sama sekali?

Iklan

Sebagai salah satu komisi yang menangani isu-isu penting, seperti perlindungan perempuan dan kesehatan reproduksi, keberadaan Komisi VIII seharusnya menjadi harapan bagi kita semua. Namun, ketika semua pemimpin di dalamnya adalah laki-laki, suara perempuan jelas terpinggirkan.

Bagaimana mereka bisa memahami dan mewakili kebutuhan perempuan jika mereka tidak memiliki perspektif tersebut?

Iklan

Ironisnya, saya merasa bahwa representativitas perempuan kini dianggap tidak penting, bahkan untuk isu-isu yang berkaitan langsung dengan perempuan itu sendiri. Nilai patriarkal yang kuat dan terus dipelihara oleh lembaga negara membuat posisi perempuan menjadi tidak diperhitungkan. Akibatnya, kesetaraan dan partisipasi perempuan tidak dianggap penting.

Banyak posisi perempuan yang hanya ada “asal ada” tanpa diberi tanggung jawab yang berarti untuk berkontribusi pada isu-isu krusial, khususnya yang berkaitan dengan perempuan. Ini jelas berdampak pada kebijakan yang dihasilkan, yang sering kali tidak memiliki perspektif yang dibutuhkan untuk memahami tantangan yang dihadapi perempuan.

Saya percaya bahwa pentingnya keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan bukan hanya sekadar angka, tetapi juga kualitas. Perempuan yang berada di posisi strategis memiliki pengalaman dan pandangan yang unik yang bisa memperkaya proses pembuatan kebijakan.

Mereka lebih mampu memahami tantangan yang dihadapi perempuan di masyarakat dan mendorong agenda yang lebih pro-perempuan.

Untuk menciptakan perubahan yang berarti, saya yakin bahwa kita semua perlu menyadari betapa pentingnya isu ini. Partai politik harus berkomitmen untuk memperjuangkan kuota perempuan dalam pencalonan mereka, dan masyarakat perlu mendorong keterlibatan perempuan dalam politik. Tanpa dukungan ini, suara perempuan akan terus terpinggirkan, dan kebijakan yang dihasilkan akan tetap tidak mencerminkan kebutuhan mereka.

Sebagai bagian dari negara yang berkomitmen untuk mencapai kesetaraan gender, saya berharap kita semua bisa mendengar suara perempuan dan memberi mereka ruang dalam pengambilan keputusan, terutama di lembaga-lembaga yang berwenang. Dengan meningkatkan keterwakilan perempuan di posisi strategis, kita bisa memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan adalah kebijakan yang adil dan inklusif, yang dapat memberdayakan perempuan dan memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia.

Penulis : Dahana Fitriani