Ketua Cabang IMM Kuningan Soroti Praktik Rangkap Jabatan Pejabat Daerah

KUNINGAN ONLINE — Ketua Umum Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Kabupaten Kuningan, Renis Amarulloh, angkat bicara terkait dugaan rangkap jabatan yang dilakukan oleh seorang pejabat daerah di Kuningan. Ia menilai praktik tersebut berpotensi melanggar hukum dan mencederai prinsip etika penyelenggara negara.

Renis menyoroti isu yang berkembang mengenai pejabat daerah yang masih aktif menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Ia menegaskan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah secara tegas melarang kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk merangkap jabatan dalam bentuk apa pun yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Iklan

“Pasal 76 ayat (1) jelas menyebut larangan bagi kepala daerah dan wakilnya untuk menjadi pengurus perusahaan, yayasan, maupun pejabat negara lainnya. PPAT adalah pejabat fungsional negara. Maka tidak ada celah hukum yang membolehkan,” tegas Renis kepada Kuninganonline.com, Selasa (29/4/2025).

Menurutnya, jabatan PPAT yang melekat setelah pengangkatan oleh Kementerian ATR/BPN tidak bisa disatukan dengan jabatan eksekutif di pemerintahan daerah. Kedua fungsi tersebut tidak hanya berbeda secara administratif, tapi juga bertentangan secara etis.

Iklan

“Pejabat daerah adalah pejabat publik penuh waktu. Mencampur jabatan politik dengan profesi hukum seperti PPAT adalah bentuk konflik kepentingan terbuka yang tidak bisa ditoleransi,” lanjutnya.

Renis juga mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap Pasal 76 berpotensi dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (2), yakni pemberhentian dari jabatan.

IMM Kuningan, kata Renis, mendesak pemerintah daerah, DPRD, dan aparat penegak hukum untuk bersikap tegas, transparan, dan tidak membiarkan praktik rangkap jabatan terus berlangsung.

“IMM siap mengawal dan mendorong transparansi. Jika terbukti seorang pejabat publik masih aktif sebagai PPAT, maka mekanisme hukum harus ditegakkan. Jangan sampai jabatan publik dijadikan alat komersialisasi,” tegasnya.

Terkait argumentasi administratif, Renis menyatakan bahwa pengunduran diri saja tidak cukup jika belum disertai keputusan resmi pemberhentian dari kementerian.

“Kalau surat pemberhentiannya belum keluar, maka secara hukum dan logika sederhana, pejabat tersebut masih aktif sebagai PPAT. Dan jika nanti surat itu baru keluar setelah menjabat, maka pelanggaran ini semakin nyata,” pungkasnya. (OM)