Refleksi Tingginya Angka Golput di Pilkada Kuningan 2024, Perspektif dan Analisis

KUNINGAN ONLINE – Pasca penyelenggaraan Pilkada 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kuningan menjadi sorotan terkait tingginya angka pemilih yang tidak menggunakan hak suara** (golput), yang mencapai lebih dari 300 ribu orang.

Kritik terhadap kinerja KPU, terutama dalam pelaksanaan Sosialisasi Pendidikan Pemilih (Sosdiklih), ramai dilontarkan oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa.

Iklan

Namun, perlu dicermati bahwa KPU telah menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, khususnya sebagaimana tertuang dalam PKPU No. 9 Tahun 2022 tentang Partisipasi Masyarakat.

Optimalisasi Sosialisasi oleh KPU dan Badan AdHoc

Iklan

Dalam pelaksanaan Sosdiklih, KPU tidak bekerja sendiri. Mereka dibantu oleh badan AdHoc yang meliputi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Kabupaten Kuningan, dengan 32 kecamatan, 15 kelurahan, dan 360 desa, memiliki lebih dari 2.250 anggota PPS beserta sekretariatnya dan 160 anggota PPK. Semua anggota ini mendapat instruksi langsung dari KPU untuk melaksanakan Sosdiklih di wilayahnya masing-masing.

Bahkan, di beberapa daerah, kegiatan ini dilakukan hingga ke tingkat dusun. Upaya masif ini menunjukkan bahwa KPU telah berupaya optimal dalam melaksanakan tugasnya.

Golput: Hak Politik dan Faktor Penyebab

Meski demikian, golput adalah hak setiap individu** dalam menjalankan hak politiknya. Hal ini diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Hak Asasi Manusia (UU HAM yang menegaskan:

  1. Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilu berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
  2. Pemilih memiliki kebebasan untuk menentukan wakilnya atau tidak menggunakan hak pilih sama sekali.

Sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. Mahfud MD*, golput dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama, Golput karena menilai kandidat akan merusak negara (haram). Kedua, Golput karena kondisi tertentu (sah-sah saja).

Contoh dari kategori kedua adalah pemilih perantau yang terkendala untuk pulang ke kampung halaman karena faktor biaya atau waktu.

Melihat Esensi Golput secara Holistik

Golput bukan semata-mata tanggung jawab KPU, tetapi juga mencerminkan persepsi masyarakat terhadap kandidat yang bersaing. Ketika pemilih memutuskan untuk tidak memberikan hak suaranya, ini seringkali mencerminkan kurangnya keyakinan terhadap para kandidat atau faktor-faktor lain yang bersifat teknis.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami esensi golput sebelum menyalahkan satu pihak saja. Sikap bijaksana diperlukan untuk melihat persoalan ini secara holistik, dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan kondisi yang memengaruhi partisipasi pemilih.

Sebagaimana prinsip fiat justitia ruat caelum, “Hendaklah keadilan ditegakkan meskipun langit akan runtuh,” mari kita terus menjaga keadilan dengan tetap berpijak pada data dan fakta yang komprehensif.

Firgy Ferdansyah
HMI Cabang Kuningan melalui Komisariat (P) Hukum Universitas Kuningan