KUNINGAN ONLINE – Mutasi jabatan struktural Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan dilakukan Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, pada awal Juni mendatang menuai kritik tajam dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Frontal. Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, menyebut proses mutasi tersebut sarat akan kepentingan politik dan tidak berpijak pada prinsip profesionalisme maupun sistem merit.
Dalam keterangannya, Uha menilai mutasi perdana ini menjadi indikasi kuat adanya upaya politisasi birokrasi oleh Bupati yang baru menjabat sekitar tiga bulan. Ia menyoroti susunan draft mutasi yang bocor ke publik, yang dinilai memuat pengisian jabatan strategis yang tidak sesuai dengan kompetensi para pejabat yang ditunjuk.
“Ada sembilan pejabat yang tidak dimutasi sama sekali. Ini patut dipertanyakan, apakah karena prestasi luar biasa atau karena kedekatan personal dengan Bupati?” tegas Uha dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (28/5).
Uha juga menyebut ada tiga motif umum dalam politisasi birokrasi oleh pejabat politik, yaitu patronase, orientasi penguasaan proyek pembangunan, dan timbal balik dukungan kekuasaan. Menurutnya, praktik-praktik ini justru menghambat reformasi birokrasi dan menciptakan kesan bahwa mutasi hanya berdasarkan like or dislike.
Lebih jauh, ia menilai Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) sebagai pelaksana teknis mutasi ASN kerap dijadikan kambing hitam atas kebijakan yang sebenarnya merupakan arahan langsung dari Bupati.
“Faktanya, BKPSDM hanya menjalankan perintah. Tapi ketika mutasi menuai kritik, merekalah yang disalahkan. Sementara keberhasilan kinerja nanti akan diklaim sebagai capaian Bupati,” tambahnya.
Ia juga menyinggung lemahnya fungsi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang hanya menjadi formalitas dalam proses mutasi, tanpa mempertimbangkan kapabilitas ASN secara obyektif. Hal ini dinilai memperparah disfungsi dalam pengembangan karier ASN dan menurunkan kualitas birokrasi.
Uha bahkan menyebut kondisi ini membuat masyarakat menyindir bahwa pemerintahan Kabupaten Kuningan saat ini berjalan secara “autopilot”, alias tanpa arah perubahan yang nyata.
“Alih-alih membawa Kuningan melesat sesuai jargon kampanye, mutasi ini justru mempertahankan status quo,” tutupnya. (OM)