KUNINGAN ONLINE – Pilkada Kuningan 2024 memunculkan polemik terkait penghitungan suara, terutama soal 30.899 suara tidak sah yang dipermasalahkan oleh tim Paslon 02 Ridho-Kamdan. Masalah ini berakar pada keberatan tim Paslon 02 terhadap ketidakjelasan proses verifikasi surat suara tidak sah pada saat pleno di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
Tim Paslon 02, Erpan SH mengungkapkan kecurigaan bahwa suara mereka sengaja dihilangkan dengan mengubah status surat suara menjadi tidak sah.
“Permintaan untuk membuka kotak suara tidak sah guna mengidentifikasi penyebabnya ditolak oleh PPK, dengan alasan tidak ada aturan yang membolehkannya,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Selasa (3/12/2024).
Namun, keputusan ini menimbulkan ketidakpastian hukum. Menurut tim Paslon 02, pembukaan kotak suara tidak sah seharusnya dapat dilakukan selama proses pleno, dengan persetujuan saksi dari semua pasangan calon.
“Hal ini bertujuan untuk menjamin transparansi, terutama karena suara tidak sah memiliki dampak signifikan pada hasil pemilu,” tuturnya.
Ia menjelaskan, Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 1774 Tahun 2024 menyebutkan bahwa pemungutan suara ulang (PSU) harus dilakukan jika terdapat bukti petugas KPPS merusak surat suara sehingga menjadi tidak sah. Namun, bagaimana memastikan hal ini jika kotak suara tidak dibuka dan dianalisis?
Bawaslu, sebagai pengawas pemilu, memiliki wewenang untuk menilai tindakan yang berpotensi melanggar asas pemilu. Jika tidak ada aturan eksplisit, keputusan harus berpegang pada asas jujur, adil, dan transparan demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
Tim Paslon 02 menekankan pentingnya asas kepastian hukum dalam pemilu. Mereka menilai bahwa pembukaan kotak suara T
tidak sah. Langkah ini diperlukan untuk memastikan suara yang dianggap tidak sah benar-benar sesuai dengan aturan, bukan hasil kesalahan prosedural atau manipulasi.
Kemudian, Interpretasi Kekosongan Hukum. Ketika regulasi tidak mengatur secara spesifik, penyelenggara pemilu harus bertindak berdasarkan prinsip keadilan. Ini mencakup tindakan proaktif untuk menjawab keberatan pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Pihaknya menegaskan Bawaslu diharapkan menjadi mediator sekaligus pengawas yang tegas dalam menilai apakah terdapat pelanggaran asas pemilu dalam kasus ini.
Beberapa pertanyaan utama yang diajukan tim Paslon 02 adalah pertama, Mengapa PPK menolak membuka kotak suara tidak sah saat pleno?.
“Bagaimana memastikan suara tidak sah tersebut benar-benar tidak memenuhi syarat, jika tidak pernah diverifikasi ulang?. Apakah Bawaslu telah melakukan penelusuran mendalam terhadap dugaan penghilangan suara ini?,” tanya Erpan.
Tim Paslon 02 menuntut langkah konkret untuk menjawab ketidakpastian hukum ini. Mereka menegaskan, pembukaan kotak suara tidak sah selama pleno, dengan pengawasan saksi dan Bawaslu, merupakan langkah yang transparan dan adil.
Bawaslu dan KPU diharapkan menunjukkan keberanian untuk menghadapi isu ini secara terbuka, demi menjaga integritas pemilu di mata masyarakat. (OM)