KUNINGAN ONLINE – Terhitung mulai hari Kamis tanggal 18 Juli 2024, Sekda Kuningan Dian Rachmat Yanuar sudah mengajukan cuti di luar tanggungan negara (CLTN) dan sudah mendapatkan persetujuan dari atasannya langsung yaitu Pj. Bupati Kuningan Iip Hidajat untuk selanjutnya diproses usulannya oleh BKPSDM serta diusulkan ke BKN Pusat.
Itu menjawab teka-teki dan banyak pertanyaan tentang keseriusan maju atau tidaknya yang bersangkutan pada Pilkada Kuningan 2024.
Hal ini sesuai dengan isi surat yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menegaskan harus mundur sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) paling lambat 40 hari sebelum jadwal pendaftaran pasangan calon.
Adapun pendaftaran pasangan calon kepala daerah akan dibuka KPU pada tanggal 27-29 Agustus 2024 dan penetapan pasangan calon dilakukan pada tanggal 22 September 2024.
Ini sesuai dengan prinsip Kedisiplinan Pegawai bahwa kesanggupan pegawai untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan.
Seperti kita ketahui bersama Jabatan-jabatan yang diatur dalam Pasal 119 dan Pasal 123 ayat 3 tentang ASN yang berbunyi “Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon” merupakan jabatan publik yang pengajuannya dilakukan melalui partai politik.
Sehingga tidak mungkin bagi seorang PNS untuk mencalonkan diri pada jabatan-jabatan tersebut apabila tidak mengundurkan diri terlebih dahulu dari statusnya sebagai ASN.
Netralitas ASN berdasarkan UU No. 20 tahun 2023 tentang ASN dalam pasal 2 huruf (f) menyatakan ; Penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada asas Netralitas.
Yang dimaksud asas Netralitas bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain diluar kepentingan bangsa dan negara. Pemberhentian pegawai ASN karena menjadi anggota/pengurus parpol dikategorikan sebagai Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Termasuk yang mau dan menjadi tim sukses pun harus mengundurkan diri atau kalau tidak mau mundur akan dipecat dengan tidak hormat pula. Apalagi untuk calon kepala daerah yang berasal dari ASN apabila tidak mau mundur secara tegas sesuai dengan regulasi akan diberhentikan dengan tidak hormat.
Netralitas tentang ASN dipertegas lagi dalam Pasal 93 huruf (f) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang telah diubah menjadi UU No. 7 Tahun 2023 yang menekankan bahwa pentingnya Netralitas ASN dalam menjalankan kewenangan agar tidak disalahgunakan untuk keuntungan atau kepentingan politik kelompok tertentu.
Bahkan kalau berdasarkan ketentuan dari KASN bahwa apabila ada ASN yang maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) hukumnya wajib untuk mengundurkan diri dari ASN bukan lagi sebatas cuti karena sudah merupakan proses politik praktis. Karena Pilkada adalah proses politik yang diikuti oleh peserta dari partai politik.
Secara asas etika dan moralitas seharusnya Sekda Kuningan mundur juga dari jabatannya sebagai Ketua Korpri dan tidak boleh lagi beraktifitas sebagai ASN. Karena Korpri adalah wadah tempat berkumpulnya para ASN.
Apalagi Korpri juga merupakan sebuah organisasi yang untuk operasionalnya dibiayai oleh APBD dan menarik dana iuran dari ASN. Dengan posisinya itu bagaimanapun karena sudah adanya konflik kepentingan politik yang bersangkutan bisa menggerakan SDM ASN dalam jabatannya sebagai Ketua Korpri Kuningan.
Apalagi sesuai aturan organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) adalah wadah untuk menghimpun seluruh pegawai Republik Indonesia demi meningkatkan perjuangan, pengabdian, serta kesetiaan kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang bersifat demokratis, mandiri, bebas, aktif, professional, netral, produktif, dan bertanggung jawab.
Sehingga ini penting untuk diingatkan agar terciptanya 4 indikator keadilan pemilu atau Pilkada yaitu sebagai berikut :
- Indikator pertama yaitu kesetaraan bagi seluruh elemen yang terlibat dalam proses pemilu, termasuk penegakan aturan.
- Indikator kedua, adanya kepastian hukum dalam setiap tahapan dan proses penyelesaian sengketa dan pelanggaran.
- Indikator ketiga, penyelenggara pemilu yang independen, profesional, dan berintegritas.
- Indikator keempat, yakni kontestasi yang bebas dan fair.
Keadilan pemilu diatas merupakan sebuah keniscayaan dalam setiap terselenggaranya Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis. Keadilan pemilu merupakan asas pemilu yang secara konstitusional ditegaskan dalam pasal 22 E ayat 1 UU 1945 yang berbunyi Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Kuningan, 21 Juli 2024
Uha Juhana
Ketua LSM Frontal