KUNINGAN ONLINE – Dugaan praktik pengadaan bermasalah kembali mencuat di dunia pendidikan Kabupaten Kuningan. Kali ini, pengadaan buku induk peserta didik menjadi sorotan karena dinilai tidak transparan dan sarat kepentingan.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, proses distribusi buku tersebut dikoordinasi oleh oknum di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan, serta melibatkan peran aktif Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S).
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kuningan, U. Kusmana melalui Kepala Bidang SD, Rizal Arif Gunawan, memberikan klarifikasi terkait isu pembelian buku induk sekolah yang belakangan menjadi perhatian.
Dalam keterangannya, Rizal menegaskan bahwa pembelian buku induk sekolah tetap dikembalikan kepada kebutuhan masing-masing sekolah dan tidak ada paksaan dari pihak Dinas.
Ia memastikan, operator sekolah seperti Pak Aris hanya bertugas menginput data ke sistem ARKAS (Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah), tanpa terlibat dalam transaksi jual beli.
“Saya jamin, Pak Aris tidak bermain. Beliau hanya operator, tugasnya membantu memasukkan data ke ARKAS. Kalau ada sekolah yang butuh buku administrasi, itu murni kebutuhan sekolah, bukan tekanan dari dinas,” kata Rizal saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (28/4/2025).
Rizal juga menegaskan, harga buku induk sudah termasuk PPN dan pembayaran menjadi tanggung jawab perusahaan, bukan sekolah. Pihak Dinas memastikan transparansi dalam seluruh proses administrasi, sesuai dengan prinsip akuntabilitas dana BOS.
Terkait dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Rizal menjelaskan, setiap siswa SD di Kabupaten Kuningan menerima dana sebesar Rp920.000 per tahun. Alokasi dana disesuaikan dengan jumlah murid di masing-masing sekolah. Semakin banyak siswa, maka semakin besar dana BOS yang diterima sekolah.
Selain itu, Rizal juga memaparkan mekanisme verifikasi Program Indonesia Pintar (PIP). Ia menjelaskan, penerima PIP diprioritaskan bagi siswa yang terdaftar dalam program bantuan sosial seperti PKH (Program Keluarga Harapan) dan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dari Dinas Sosial. Data kelayakan penerima diinput melalui aplikasi Dapodik sekolah.
“Kami prioritaskan daerah miskin ekstrem terlebih dahulu. Untuk kuota, jika di sekolah ada 20 siswa yang layak tetapi kuota hanya 10, maka hanya 10 siswa yang bisa diakomodasi,” jelasnya.
Rizal memastikan bahwa seluruh kebijakan terkait BOS, PIP, dan administrasi sekolah telah berjalan sesuai aturan. Ia pun mengimbau kepada seluruh pihak untuk tidak terprovokasi oleh isu-isu yang tidak jelas sumbernya. (*)