Uha Juhana : Bupati Copot Kepala Puskesmas Darma, Kajari Kuningan Bertindak

KUNINGAN ONLINE – Beredar luas pemberitaan di masyarakat baik dari media cetak maupun online terkait Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar yang melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap Puskesmas Darma pada pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB tanggal 12 Maret 2025.

Dalam sidak tersebut, Bupati mendapati adanya beberapa pegawai yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), termasuk Kepala Puskesmas itu sendiri beserta dokter gigi, belum hadir di tempat kerja, meskipun jam operasional sudah dimulai sejak pukul 06.30 WIB. Inspeksi mendadak didasarkan banyaknya keluhan dari masyarakat kepada Bupati, dimana pelayanan Puskesmas Darma kurang maksimal dan mengecewakan.

Iklan

Disaat pemerintah daerah sedang menggalakkan akselerasi kinerja terkait pencapaian program 100 Hari Kerja Dian – Tuti dalam membangun Kuningan, Kepala UPTD Puskesmas Darma malah mangkir dari tanggung jawabnya dalam melayani masyarakat, sangat ironis. Apalagi kalau melihat situasi ekonomi sekarang yang sedang sulit karena tertekan inflasi, keterbatasan pasokan dan rendahnya daya beli, semestinya para pegawai Puskesmas Darma lebih responsif dalam melakukan aktivitas pelayanan masyarakat.

Yang membuat tidak habis pikir, kok bisa-bisanya Kepala Puskesmas Darma Saepudin, memberikan contoh disiplin kerja yang jelek kepada seluruh pegawai Puskesmas se Kabupaten Kuningan, padahal selaku Ketua APKESMI (Akselerasi Puskesmas Indonesia) mestinya yang bersangkutan memperlihatkan keteladanan.

Iklan

Yang paling menyedihkan adalah Kepala Puskesmas Darma melupakan Prinsip Utama bahwa uang yang dialokasikan oleh negara untuk membayar gaji mereka adalah uang yang dipungut dari hasil keringat rakyat melalui pajak dan retribusi, sehingga semestinya bisa mempertanggung jawabkan kinerjanya.

Tentu ini menjadi perhatian luas publik. Apa yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas Darma Saepudin itu sungguh sangat keterlaluan!. Selain mangkir pada hari kerja, disisi lain banyak persoalan dan masalah yang berkaitan dengan dirinya selaku Ketua Forum Puskesmas se Kabupaten Kuningan atau APKESMI.

Posisi bersangkutan sebagai Ketua APKESMI yang membawahi 37 Kepala Puskesmas se Kabupaten Kuningan menjadikan Kepala Puskesmas Darma Saepudin seolah menjadi Raja Kecil atau membuat negara dalam negara. Sudah menjadi rahasia umum bahwa yang bersangkutan menjadi kolektor atau pengepul pungutan liar (pungli) untuk jatah preman pada saat dana kapitasi atau Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) per kecamatan dicairkan.

Ini bisa dipahami karena pengelolaan dana BOK untuk Puskesmas se Kabupaten Kuningan menyangkut anggaran besar yang sangat fantastis. Seperti pepatah ada gula ada semut. Terdapat beberapa poin yang menjadi sorotan tajam di kalangan masyarakat Kuningan terkait pengelolaan anggaran kesehatan oleh Puskesmas selama ini.

Selain penggunaan dana BOK, ada juga Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan yang dilakukan sejak tahun 2014. Tata kelola Puskesmas yang masih buruk berpotensi mengakibatkan terjadinya fraud dan penyalahgunaan pengelolaan anggaran dana yang didapat.

Berdasarkan pemantauan dari Indonesia Corruption Watch (ICW), dalam periode 2014-2024 terdapat banyak kasus korupsi dana kapitasi di berbagai daerah dengan modus pemotongan, penyimpangan dan penyelewengan dana kapitasi yang menyeret Kepala Daerah, Kepala Dinas Kesehatan, Sekretaris Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas dan Bendahara Puskesmas.

ICW memantau dari 26 Puskesmas di 14 provinsi selama Maret-Agustus 2023, ditemukan 13 potensi fraud. Dimana 8 temuannya terkait dengan dana kapitasi, 2 temuan penggunaan dana kapitasi yang tidak sesuai UU, 1 temuan manipulasi bukti pertanggung jawaban dana kapitasi, dan 5 temuan menarik biaya dari peserta.

Potensi fraud dalam pengelolaan dana kapitasi dan BOK Puskesmas meliputi :

  1. Dugaan manipulasi kehadiran dan komposisi petugas
  2. Pemotongan dana jasa pelayanan
  3. Pungutan liar
  4. Setoran atau suap
  5. Penggelembungan harga dan volume atau belanja fiktif
  6. Anggaran ganda
  7. Mengarahkan pasien berobat pada klinik swasta

Adanya potensi fraud dan korupsi dalam pengelolaan dana kapitasi di Puskesmas sangat tinggi. Hal ini terjadi karena besarnya dana yang dikelola oleh Puskesmas terutama dana kapitasi. Besarnya dana ini telah mendorong pejabat daerah menyelewengkan dana ini.

Untuk anggaran tahun 2024 saja, APBD Kuningan menganggarkan dana kapitasi FKTP JKN sebesar Rp. 43.197.563.937,00 dan untuk BOK Puskesmas Rp. 31.935.270.000,00. Luar biasa.

Besarnya kewenangan kepala daerah, kepala dinas dan kepala puskesmas cukup efektif menekan petugas puskesmas yang menerima jaspel. Berlindung dibalik loyalitas, kepatuhan terhadap atasan dan ancaman mutasi serta jenjang karir, PNS/ASN yang honor jaspelnya dipotong tidak berani memprotes atau melaporkan.

Belum adanya penegakan hukum dan aturan yang efektif dan luas, serta perlindungan dan jaminan karir membuat mereka semakin tidak berani melaporkan penyelewengan dana kapitasi ini. Modus paling banyak adalah memotong dana jasa pelayanan oleh petugas medis dan non medis puskesmas.

Modus utama dari perbuatan korupsi dana kapitasi dan BOK adalah dengan memotong dan melakukan pungutan berbagai sumber anggaran yang dialokasikan untuk Puskesmas. Potongan dan pungutan itu digunakan untuk kepentingan pribadi dan operasional serta pengeluaran lainnya yang tidak ada dasar dan tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Kepala Puskesmas sebagai Kepala Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada UPTD Puskesmas melakukan pemotongan dana kapitasi dan alokasi jasa pelayanan yang akan dibagikan kepada masing-masing pegawai penerima jasa pelayanan. Akibat adanya pemotongan tersebut para pegawai penerima jasa pelayanan menerima uangnya tidak sesuai formulasi atau aturan yang ada.

Anggaran yang seharusnya digunakan untuk menunjang kinerja pelayanan medis dan menjamin ketersediaan pelayanan di tingkat Kecamatan, dalam pelaksanaannya ditemukan adanya pemotongan dan pemungutan liar oleh Kepala UPTD Puskesmas. Perbuatan culas tersebut tentu melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sehubungan saat ini sedang dilaksanakan Pemeriksaan Interim atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Kuningan tahun anggaran 2024 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat, melalui tulisan ini kami meminta kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan yang meliputi audit laporan keuangan, audit kinerja, dan audit investigasi untuk program dana kapitasi JKN dan BOK untuk Puskesmas se Kabupaten Kuningan.

Dari hasil laporan audit BPK nanti yang melalui proses pengujian dan review bersifat investigasi, dapat membantu pihak yang berwenang atau Aparat Penegak Hukum (APH) apabila nanti ada pengusutan dugaan kasus tindak pidana korupsi dimaksud. Apabila dalam pemeriksaannya ditemukan unsur pidana, maka BPK bisa melaporkannya kepada instansi yang berwenang seperti Kejaksaan Negeri Kuningan.

Acara inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan oleh Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar terhadap Puskesmas Darma bisa menjadi titik awal dilakukannya audit kinerja dan pemeriksaan tata kelola keuangan semua Puskesmas yang ada di Kabupaten Kuningan dan bisa menjadi pintu masuk untuk dilakukannya penegakan hukum oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kuningan dengan menindaklanjuti adanya dugaan korupsi dalam pengelolaan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

Pepatah mengatakan Ikan Busuk Mulai Dari Kepala, kalau pimpinannya bermasalah, bawahannya akan bermasalah juga. Pimpinan harus menjadi teladan. Dihadapkan persoalan tuna moral menjadikan Kepala Puskesmas Darma Saepudin menjadi lupa diri.

Pemimpin dianggap gagal jika SDM nya tuna moral. Melihat tidak adanya kepedulian dan keseriusan serta kinerja yang buruk dari Kepala Puskesmas Darma selama ini, sudah saatnya apabila Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar sebagai Pembina Kepegawaian untuk mengevaluasi dan memberikan sanksi tegas berupa pencopotan kepada yang bersangkutan dari jabatannya.

Kalau tidak berani lebih baik Bupati Dian Rachmat Yanuar mundur dari jabatannya karena tidak mampu memimpin pembangunan di Kabupaten Kuningan. Sudah seharusnya aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Kajari Kuningan bergerak cepat untuk mengusut dan mengejar kejanggalan-kejanggalan dalam pengalokasian dan penggunaan anggaran dana kesehatan yang nilai totalnya luar biasa mencapai puluhan miliar rupiah.

Sehingga nanti apabila ada tindak pidana korupsi dalam kegiatan dan proyek yang menggunakan anggaran kesehatan tersebut, dapat ditelusuri siapa saja yang terlibat mulai dari proses administrasi perencanaan maupun sampai pelaksanaan kegiatan dan pengerjaannya.

Kajari Kuningan bisa mulai bergerak dengan memanggil para pejabat terkait dan memeriksa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Program Upaya Kesehatan Masyarakat (PUKM) selama program tersebut dijalankan.

Selamat bekerja dan Kajari Kuningan semoga tidak seperti macan ompong.

Uha Juhana Ketua LSM Frontal