RMP dan Skandal Program Fiktif, Korupsi yang Mengguncang Bank Plat Merah

Hukum, Sosial209 views

KUNINGAN ONLINE – Kabupaten Kuningan kembali mendapat kabar atas adanya kasus di salah satu perbankan plat merah. Dugaan kasus tersebut, pada Kamis (2/10/2025) telah ditetapkan tersangka RMP (32) oleh Kejaksaan Negeri Kuningan sekaligus dilakukannya penahanan selama 20 hari.

Tidak hanya itu, petugas Kejari Kuningan juga melakukan penggeledahan di rumah tersangka yang beralamat di RT 27 RW 7 Perumahan Alam Asri Desa Kasturi, Kecamatan Kuningan.

Iklan

Dalam konferensi pers, Kepala Kejari Kuningan Ikhwanul Ridwan Saragih didampingi Kasi Pidsus Dyofa Yudhistira dan Kepala Seksi Intelijen Brian Kukuh Mediarto menyampaikan

RMP seorang Relationship Manager Priority Banking yang dikenal ramah dan cekatan, resmi diumumkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Iklan

“RMP sudah dipanggil secara patut dan kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, dilakukan penahanan selama 20 hari di Lapas Kelas IIA Kuningan,” ujar Kepala Kejari Ikhwanul Ridwan Saragih

Awal Mula Modus “Gebyar Tanda Mata”

Kejadian ini bermula pada Maret 2019. RMP, yang saat itu menjabat sebagai Junior Relationship Officer Konsumer, dipercaya mengelola rekening 17 nasabah prioritas. Dengan gaya meyakinkan, ia menawarkan program simpanan berjangka yang disebut “Gebyar Tanda Mata”, lengkap dengan janji cashback tinggi dan tenor menarik antara 1 hingga 3 bulan.

Tak ada yang curiga. Sebagian nasabah percaya pada RMP, apalagi reputasinya di bank dianggap baik. Mereka kemudian menandatangani slip penarikan kosong untuk memindahkan dana ke rekening program tersebut—padahal program itu hanyalah fiksi belaka.

Dalam kurun waktu Maret 2019 hingga Mei 2025, RMP tercatat melakukan 72 kali transaksi penarikan dari kas cabang melalui rekening 17 nasabah dengan nilai total Rp14,625 miliar.

“Ini adalah kejahatan yang dilakukan secara sistematis dengan memanfaatkan kepercayaan nasabah dan celah sistem operasional bank,” jelasnya.

Menutupi Jejak dengan Cashback

Untuk meredam kecurigaan, RMP rutin memberikan cashback kepada para nasabah yang nilainya tidak kecil: Rp 5,15 miliar. Cara itu berhasil menutupi kebohongannya selama bertahun-tahun, hingga akhirnya beberapa nasabah hendak mencairkan dana di program tersebut.

Saat pengecekan dilakukan, tidak ditemukan rekening program lain selain rekening prioritas mereka. Dari situlah kebohongan itu terbongkar, dan pihak bank segera melakukan audit internal.

Jejak Dana di 15 Rekening Penampung

Penyidik menemukan bahwa uang hasil penarikan tidak hanya diterima secara tunai, tetapi dialihkan ke 15 rekening penampung atas nama pihak ketiga di berbagai bank—mulai dari BJB, BCA, Mandiri, hingga BRI—sebelum akhirnya bermuara ke rekening pribadi RMP.

Audit internal yang dirilis 29 September 2025 mencatat kerugian nasabah mencapai Rp9,475 miliar. Kerugian tersebut telah diganti pihak bank sebagai bentuk tanggung jawab karena bank yang bersangkutan adalah peserta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Namun, karena bank tersebut merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Provinsi Jawa Barat, kerugian yang ditimbulkan RMP masuk kategori kerugian keuangan negara.

Jeratan Hukum yang Menanti

RMP kini dijerat dengan pasal berlapis:

Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No.31/1999 jo. UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal 3 atau Pasal 4 jo. Pasal 2 ayat (1) huruf a UU No.8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penyidik memastikan proses hukum akan terus berlanjut, termasuk penelusuran aset dan aliran dana lainnya.

“Perbuatan tersangka tidak hanya merugikan nasabah, tetapi juga bank milik daerah, sehingga termasuk kerugian negara,” tegasnya.

Luka Kepercayaan dan Peringatan bagi Industri Perbankan

Kasus ini tidak hanya meninggalkan kerugian material, tetapi juga luka kepercayaan di kalangan nasabah prioritas yang selama ini mengandalkan keamanan bank milik daerah.

Bagi industri perbankan, kasus RMP menjadi peringatan penting bahwa kejahatan tidak selalu datang dari luar, tetapi dapat muncul dari celah internal—dari orang yang justru diberi amanah menjaga dana nasabah. (OM)