Hati-hati, Pertambangan dan Penanaman Sawit Ilegal Bisa Dipidana!

KUNINGAN ONLINE – Rencana penutupan pertambangan ilegal dan penyegelan aktivitas penanaman pohon sawit di Kuningan mendapat tanggapan dari Akademisi Hukum Universitas Kuningan, Prof. Dr. Suwari Akhmaddhian, M.H.

Menurutnya, pertambangan ilegal yang dilakukan masyarakat di kaki Gunung Ciremai sangat berbahaya bagi kelestarian lingkungan. Tanpa izin lingkungan, dampak negatif terhadap ekosistem tidak dapat diukur dan diantisipasi dengan baik. Hal ini berpotensi menyebabkan bencana seperti banjir, longsor, dan kekeringan akibat berkurangnya daya resap air tanah.

Iklan

“Karena sangat berbahaya, sanksi bagi pelaku pertambangan ilegal sangat berat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pelaku Pertambangan Tanpa Izin (PETI) dapat dikenakan pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar,” jelas Suwari.

Sementara itu, rencana penyegelan dan penghentian total aktivitas penanaman sawit di Blok Ciambal, yang mencakup lahan seluas 24 hektare dengan rencana penanaman 3.000 bibit kelapa sawit, dinilai sebagai langkah preventif yang tepat dalam melindungi lingkungan hidup di Kuningan.

Iklan

Iklan

“Hasil penelitian Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional tahun 2015 menunjukkan bahwa suhu di kebun kelapa sawit meningkat hingga 6,5°C dibandingkan dengan hutan primer. Sementara itu, suhu di hutan sekunder mengalami kenaikan sebesar 2,5°C. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan sawit memiliki dampak signifikan terhadap perubahan iklim,” paparnya.

Lebih lanjut, Suwari menjelaskan bahwa pelaku usaha yang menanam pohon sawit tanpa izin dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan usaha budi daya tanaman perkebunan dalam luasan tertentu tanpa izin usaha perkebunan dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.

Sebagai solusi, Suwari menyarankan agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menanam pohon-pohon lain yang lebih ramah lingkungan, seperti alpukat atau durian.

“Investor yang ingin berinvestasi di Kuningan harus mematuhi regulasi yang berlaku dan turut serta dalam upaya pelestarian lingkungan. Misalnya, dengan membangun sumur resapan, menanam pohon, serta membuat lubang biopori agar air dapat tersimpan di dalam tanah, sehingga tidak terjadi banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya kepastian hukum dalam investasi di Kuningan. “Jangan sampai biaya perizinan resmi hanya Rp10 juta, tetapi ada biaya non-resmi yang masuk ke kantong oknum pejabat. Saat ini, Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si., memiliki kesempatan dan kewenangan kuat untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan,” pungkas Suwari. (OM)