KUNINGAN ONLINE – Belum genap melewati 100 hari kerja, pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar dan Tuti Andriani (Dirahmati), terus menjadi perbincangan publik. Setiap kebijakan yang diambil keduanya tak luput dari sorotan, mulai dari isu mutasi dan rotasi pejabat daerah, bocornya nama-nama calon, hingga dugaan muatan politis.
Kini, perhatian tertuju pada sosok yang akan dipilih pasangan Dirahmati untuk mengisi kekosongan posisi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuningan.
Ketua SARUKUN (Sarjana Urang Kuningan), Muhammad Fauzan Ash Shidiqi, menyampaikan pandangannya atas dinamika pemerintahan saat ini. Ia menilai sejak masa kampanye hingga kini, pasangan Dirahmati kerap menggembar-gemborkan akan meniru gaya kepemimpinan nasional, khususnya pemerintahan Prabowo-Gibran, dan menyatakan akan tegak lurus mengikuti setiap program pusat.
“Sebagus-bagusnya pengikut meniru panutannya, tetap saja hanya bisa meniru di permukaan. Atau bisa jadi, mereka menjadi pengikut hanya karena alasan oportunis demi menyelamatkan keuangan daerah, berharap imbalan berupa bantuan dari pusat,” sindir Fauzan, Kamis (12/6/2025).
Meski kerap mengkritik, Fauzan menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki kebencian pribadi terhadap pasangan Dian dan Tuti. Ia justru menghargai keduanya sebagai pemimpin tertinggi di Kabupaten Kuningan.
“Saya hanya ingin mengingatkan, jika ingin meniru Prabowo, maka tirulah sikap kenegarawanannya. Dengan begitu, Dirahmati akan dihormati sebagai pemimpin semua warga Kabupaten Kuningan, bukan hanya pemimpin kelompok pemenang,” ujarnya.
Fauzan mencontohkan bagaimana Prabowo, meski sempat dicap sebagai tokoh Orde Baru dan dituding berpotensi represif, nyatanya saat menjabat justru berusaha merangkul seluruh pihak pasca pilpres. Bersama Gibran, ia berupaya menjaga persatuan dan keharmonisan di tengah masyarakat.
“Dian dan Tuti saat ini adalah Bapak dan Ibu dari seluruh masyarakat Kuningan. Jauhkan kepentingan politik sempit dari setiap kebijakan. Dalam menentukan bawahan misalnya, jangan hanya pilih yang disukai, tapi pilih yang mampu bekerja, tak peduli mereka dulu mendukung siapa. Jika benar ingin meniru Prabowo-Gibran, buktikan dengan sikap profesional,” tegasnya.
Ia juga menyoroti lambannya pengambilan keputusan atas sejumlah masalah strategis daerah. Dari belum rampungnya rotasi dan mutasi pejabat, ketidakjelasan pengisian jabatan Sekda definitif, hingga isu pergantian Direktur BUMD yang merugi—termasuk direktur yang masa jabatannya telah habis namun terus diperpanjang.
“Jika menyelesaikan hal-hal seperti itu saja masih butuh waktu berbulan-bulan, bagaimana bisa dibandingkan dengan Prabowo-Gibran yang bahkan berani mencopot menterinya sebelum genap 100 hari kerja?” tutup Fauzan. (OM)