KUNINGAN ONLINE – Munculnya pernyataan Uha Juhana, Ketua LSM Front Reformasi Total (Frontal), mengenai dugaan penyelewengan dana Korpri oleh eks Ketua Korpri Kuningan, Dian Rachmat Yanuar (DRY), disikapi dingin oleh para pendukung pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati, Dian Rachmat Yanuar dan Tuti Andriani.
Salah satu pendukung yang turut angkat bicara adalah Yan Fitriyana Husein, pengusaha muda asal Awirarangan yang juga dikenal sebagai kader Partai Golkar.
Yan, yang akrab disapa Wayang, mengaku bahwa sebenarnya dirinya enggan menanggapi opini-opini yang dilontarkan oleh Uha Juhana.
Menurut Wayang, hal ini sejalan dengan ajaran gurunya saat masih duduk di bangku sekolah dasar, yang mengingatkannya untuk berhati-hati dalam memberikan nasihat kepada orang bodoh atau jahil.
“Guru agama saya pernah menasehati, jangan menasihati orang bodoh karena dia akan membencimu, tapi nasehatilah orang yang berakal karena dia akan mencintaimu,” tutur Wayang mengingat pesan gurunya, Senin (18/11/2024).
Meskipun demikian, Wayang merasa perlu angkat bicara karena tuduhan yang dilontarkan Uha dianggap sudah melewati batas kewajaran, terutama dalam konteks bulan politik yang sangat sensitif.
Wayang menegaskan bahwa jika pernyataan itu datang bukan dari sosok Uha Juhana, mungkin dirinya akan merasa ragu untuk menilai apakah tuduhan tersebut benar atau tidak.
Namun, karena tuduhan tersebut berasal dari Uha, Wayang langsung meragukan kebenarannya. Menurutnya, rekam jejak Uha Juhana di kalangan aktivis sudah banyak diketahui, terutama di era 2010-an.
“Bagi para aktivis yang mengenal Uha, rekam jejaknya lebih banyak sisi negatif dibandingkan positifnya. Bahkan, jika saya tidak salah ingat, Uha pernah terlibat kasus penipuan hingga harus mendekam di penjara LP Cijoho,” jelas Wayang.
Dia juga menambahkan bahwa ada rumor soal masalah hukum lain yang belum terselesaikan, bahkan dikaitkan dengan kondisi kejiwaan Uha.
Menurut Wayang, tuduhan yang dilontarkan oleh Uha merupakan bentuk propaganda politik post-truth, yaitu strategi yang mengandalkan penyebaran informasi yang tidak akurat atau manipulatif secara terus-menerus hingga dianggap sebagai kebenaran.
“Apa yang dilakukan Uha adalah contoh klasik propaganda post-truth. Dia terus mengulang-ulang tuduhan yang tidak berdasar, dengan harapan kebohongan tersebut akan diterima sebagai fakta,” tegas Wayang.
Terkait tulisan “rezim gagal bayar” yang muncul dalam opini LSM Frontal, Wayang mengakui bahwa kondisi ekonomi Kuningan memang sedang sulit, namun narasi tersebut menurutnya hanyalah upaya untuk menjatuhkan pasangan Dian Rachmat Yanuar dan Tuti Andriani.
Tuduhan itu dianggap menyesatkan karena hanya menyudutkan satu pihak, padahal keputusan-keputusan besar diambil bersama dengan pimpinan daerah lainnya, termasuk Bupati dan Wakil Bupati yang saat itu dijabat oleh Ridho Suganda, yang kini juga mencalonkan diri sebagai Bupati.
“Sebagai Ketua TAPD, tentu Pak Dian tidak bisa mengambil keputusan sendirian. Di atasnya ada Bupati dan Wakil Bupati, serta lembaga pengawas yaitu DPRD. Mengapa hanya Pak Dian yang dituduh seolah-olah dia pelaku tunggal?” ungkap Wayang mempertanyakan.
Wayang juga meragukan tuduhan penyelewengan dana iuran anggota Korpri yang dilaporkan oleh Uha Juhana. Menurutnya, jika memang ada kejanggalan, seharusnya laporan dibuat oleh anggota Korpri yang merasa dirugikan, bukan oleh pihak luar seperti Uha.
“Jika benar ada penyimpangan, anggotanya sendiri yang paling dirugikan dan mereka yang seharusnya melapor. Kalau Uha yang melapor, dirugikan karena apa? Apakah karena tidak kebagian? Yuk bisa yuk, Uha, hidup lebih sehat,” sindir Wayang dengan nada menyindir.
Wayang menilai bahwa laporan dan tuduhan yang dilontarkan Uha Juhana hanyalah bagian dari strategi politik untuk menjatuhkan pasangan calon Dirahmati di tengah suasana kampanye yang semakin memanas.
Ia berharap masyarakat bisa melihat dengan jelas motif di balik tuduhan-tuduhan tersebut dan tidak terpengaruh oleh propaganda yang tidak berdasar.
“Saya berharap masyarakat bisa lebih cerdas dalam memilah informasi, terutama di bulan politik seperti sekarang ini. Jangan sampai kita termakan oleh isu-isu yang jelas-jelas dipolitisasi,” tutup Wayang. (OM)





