MPK Soroti Pencabutan Moratorium Perumahan: Kebutuhan Papan Dianggap Mengancam Tata Ruang, Ekologi, dan Identitas Budaya Kuningan

Informasi, Sosial223 views

KUNINGAN ONLINE — Aktivis Masyarakat Peduli Kuningan (MPK), Yudi Setiadi dan Yusuf Dandi Asih, menyampaikan kritik tajam terkait keputusan Pemerintah Kabupaten Kuningan mencabut moratorium pembangunan perumahan di Kecamatan Kuningan dan Kecamatan Cigugur.

Menurut mereka, kebijakan tersebut memiliki dua sisi: di satu sisi dapat memenuhi kebutuhan papan dan mendukung agenda nasional, namun di sisi lain berpotensi memicu kerusakan ekologis dan budaya di kawasan strategis Kabupaten Kuningan.

Iklan

MPK menilai keputusan ini diambil pada saat landasan tata ruang daerah justru belum lengkap. Hingga kini, Pemkab Kuningan masih menggunakan Perda Nomor 26 Tahun 2011 tentang RTRW 2011–2031, sebuah dokumen yang telah dinyatakan DPRD tidak lagi relevan dengan kondisi pertumbuhan penduduk, kebutuhan ruang, serta dinamika sosial-ekologis saat ini.

Sementara itu, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang menjadi instrumen zonasi teknis juga belum sepenuhnya ditetapkan dan sebagian masih dalam tahap penyusunan.

Iklan

“Pencabutan moratorium dilakukan ketika instrumen perencanaan belum matang. Ini membuat risiko alih fungsi ruang lindung, kawasan resapan, dan zona mata air menjadi semakin besar, termasuk rusaknya lanskap budaya yang menjadi identitas Kuningan,” tegas Yusuf didampingi Yudi, Selasa (18/11/2025).

Kuningan dikenal sebagai wilayah dengan kerentanan ekologis tinggi, mulai dari keberadaan mata air, kawasan resapan, kontur lereng yang rawan gerakan tanah, hingga bentang alam budaya yang terbentuk secara alami dalam jangka panjang.

MPK mengingatkan bahwa pembangunan perumahan tanpa prinsip kehati-hatian dapat mengganggu stabilitas hidrologis, menurunkan debit mata air, memicu banjir, dan merusak ekosistem yang menjadi penopang kehidupan masyarakat.

“Moratorium bukan sekadar kebijakan administratif, melainkan instrumen pengendalian ruang agar pembangunan tetap selaras dengan daya dukung lingkungan. Karena itu, pencabutannya hanya boleh dilakukan setelah fondasi tata ruang disempurnakan dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun hukum,” kata Yusuf.

MPK juga mendesak pemerintah untuk membuka seluruh dokumen perencanaan ruang secara transparan, mulai dari peta zonasi revisi RTRW, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), hingga rancangan RDTR, termasuk jaminan ketersediaan sumber air bagi setiap proyek perumahan di dua kecamatan tersebut.

Di akhir pernyataannya, MPK menegaskan bahwa tata ruang harus dibangun berdasarkan prinsip kehati-hatian, keberlanjutan ekologis, dan perlindungan keselamatan generasi mendatang.

“Kami siap terlibat dalam dialog konstruktif demi terwujudnya tata ruang yang ilmiah, transparan, dan benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat luas,” tutupnya. (OM)