Jalan Lingkar Timur Kuningan Resmi Bernama Jalan Eyang Kiai Hasan Maulani

KUNINGAN ONLINE — Ruas Jalan Lingkar Timur Kuningan sepanjang 13 kilometer, yang menghubungkan Tugu Ikan di Desa Sampora, Kecamatan Cilimus, hingga Tugu Sajati di Desa Ancaran, Kecamatan Kuningan, kini resmi bernama Jalan Eyang Kiai Hasan Maulani. Penamaan ini diresmikan oleh Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si, pada Rabu (30/4/2025).

Peresmian dilakukan dalam acara Penyelenggaraan Nama Rupabumi Unsur Buatan di Tugu Ikan, Desa Sampora. Dalam kesempatan tersebut, turut ditetapkan pula penamaan untuk 226 titik rupabumi lainnya di wilayah Kabupaten Kuningan, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Bupati Kuningan Nomor: 600.17/KPTS.440-PUTR/2025 tentang Penetapan Status Ruas Jalan Kabupaten Kuningan.

Iklan

“Penamaan ini bukan sekadar memperjelas identitas wilayah, tetapi juga menjadi bentuk penghormatan atas jasa besar seorang tokoh perjuangan bangsa,” ujar Bupati Dian.

Ia menegaskan bahwa keterbatasan tidak boleh menghalangi langkah untuk membuat terobosan bagi kesejahteraan masyarakat. Ia juga menyampaikan rencana untuk melanjutkan pembangunan jalan ini dari Ancaran ke Kadugede.

Iklan

Eyang Kiai Hasan Maulani dikenal sebagai pejuang yang menentang penjajahan Belanda melalui syiar agama.

“Beliau bahkan pernah ditangkap dan diasingkan ke Manado karena pengaruhnya yang besar dan dukungan rakyat yang kuat,” tambah Bupati.

Pemkab Kuningan berharap, penamaan jalan strategis ini dapat menjadi inspirasi masyarakat untuk menjaga nilai patriotisme dan mendekatkan diri kepada agama.

“KH Eyang Hasan Maulani berjihad melawan penjajah. Kini kita berjihad melawan kemiskinan dan kebodohan. Semoga setiap yang melewati jalan ini bisa meneladani beliau,” ucapnya.

Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kuningan, Toni Kusumanto, menambahkan bahwa nama Eyang Kiai Hasan Maulani sebelumnya pernah digunakan pada ruas jalan kecil di antara Desa Ancaran dan Karangtawang.

Sementara itu, H. Yusron Kholid, mantan Kepala Kemenag Kuningan yang juga cicit Eyang Hasan Maulani, menyampaikan apresiasi atas keputusan ini.

“Sejatinya Kiai Hasan Maulani bukan hanya milik keturunannya, tetapi merupakan aset historis masyarakat Kuningan, Tatar Sunda, dan bangsa Indonesia,” katanya.

Eyang Kiai Hasan Maulani lahir di Desa Lengkong, Kecamatan Garawangi, pada 22 Mei 1782 (8 Jumadil Akhir 1196 H). Ia adalah putra dari Kyai Tubagus Lukman dan Ny. Murtasim. Kedua orang tuanya mendirikan Pesantren Roudlotuttholibin di Desa Lengkong.

Dalam buku Mengenang Sang Kyai Sedjati Eyang Maulani karya Abu Abdullah Hadziq, Eyang Hasan Maulani digambarkan sebagai ulama besar yang gigih menentang penjajah, hingga akhirnya dibuang ke Tondano, Sulawesi Utara, pasca-Perang Diponegoro. Ia dikenal karena integritasnya, kepedulian sosial, dan laku tirakatnya yang ketat. (*)