KUNINGAN ONLINE – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Front Reformasi Total (FRONTAL) telah melaporkan dugaan penyalahgunaan Dana Alokasi Umum (DAU) senilai Rp. 94 miliar di Kabupaten Kuningan.
Laporan ini mengungkapkan indikasi korupsi yang melibatkan bekas Sekretaris Daerah (Sekda) Dian Rachmat Yanuar, yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Sebelum memasuki tahun anggaran 2023, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 211/PMK.07/2022, yang mengatur alokasi DAU daerah menjadi dua kategori:
- DAU Tidak Ditentukan Penggunaannya: Anggaran fleksibel yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan.
- DAU Ditentukan Penggunaannya (Specific Grant): Anggaran earmarked yang hanya boleh digunakan untuk:
- Penggajian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK),
- Pendanaan kelurahan,
- Bidang pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum.
Namun, laporan FRONTAL menyebutkan adanya pelanggaran aturan ini di Kabupaten Kuningan. Anggaran sebesar Rp94,6 miliar, yang seharusnya dialokasikan untuk kegiatan spesifik seperti pendidikan dan kesehatan, justru tidak jelas penggunaannya.
Uha menjelaskan, pertama ketidakjelasan penggunaan dana. Pihaknya, setelah melakukan konfirmasi kepada dinas terkait, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR), tidak ada pihak yang mengetahui detail penggunaan anggaran tersebut.
“Bahkan, pimpinan DPRD Kuningan mengaku tidak dilibatkan. Kedua,
Proses APBD yang Janggal. APBD Kuningan 2024 disahkan pada 30 November 2023, beberapa hari sebelum Pj. Bupati Kuningan, Iip Hidajat, dilantik. Perubahan APBD dilakukan secara sepihak oleh Dian Rachmat Yanuar melalui mekanisme “Parsial 1,” tanpa pembahasan bersama DPRD,” jelasnya.
Ia memaparkan, sitemukan pula pembentukan “Tim 9”, panitia ad hoc yang bekerja di luar struktur resmi TAPD. Tim ini, yang diketuai oleh Asda II Deden Kurniawan Sopandi, diduga menjalankan aktivitas manipulasi anggaran.
Berdasarkan temuan di lapangan, dugaan korupsi dilakukan dengan cara “menitipkan anggaran” pada dinas-dinas penerima alokasi dan melakukan praktik kickback atau pembayaran kembali.
“Akibat penyalahgunaan ini, dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pengentasan kemiskinan, dan penanganan stunting, justru tidak terlaksana. Hal ini berdampak pada rendahnya standar pelayanan minimal (SPM) yang diterima masyarakat. Bahkan, Kabupaten Kuningan kini menghadapi tingkat kemiskinan ekstrem yang memprihatinkan,” ungkapnya.
Tuntutan LSM FRONTAL,
Dalam laporannya kepada Ketua KPK, Nawawi Pomolango, LSM FRONTAL mendesak agar:
- KPK segera memeriksa tata kelola APBD Kuningan.
- Melakukan pengusutan terhadap dugaan pelanggaran UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Jika terbukti, bekas Sekda Dian Rachmat Yanuar beserta pihak-pihak terkait diberikan sanksi hukum yang tegas.
Dia menegaskan, jangan biarkan Korupsi merampas masa depan.
Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.
“Korupsi bukan hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga mengorbankan kesejahteraan masyarakat. Seperti kata pepatah, Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh isi dunia tetapi kehilangan jiwanya?,” tegasnya.
Saatnya KPK bertindak tegas untuk memastikan keadilan dan memulihkan kepercayaan masyarakat Kuningan. (Red/rls)