KUNINGAN ONLINE – Soal berpolitik di masjid, umat Islam sering debat tible dalam mensikapinya. Menyikapi hal tersebut Pimpinan Daerah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Kuningan, prinsipnya sepakat masjid itu multi fungsi.
Selain tempat ibadah juga sebagaimana di masa Rasulullah, masjid itu multi fungsi kegiatan untuk kebaikan umat. Tentang berpolitik di masjid, menurut Ketua PW DMI Jabar, KH. Ahmad Shidik “Di masjid itu boleh untuk berpolitik, tapi dilarang untuk berkampanye”.
Hal ini terkandung makna, kegiatan kajian dan sosialisasi bab politik sebagaimana juga ada dalam kapling Fiqh siyasah (fiqih politik) itu merupakan kapling keilmuan yang harus dipahami oleh umat Islam.
Seperti soal dalil-dalil tentang politik berdasarkan nnilai-nilai Islam, soal contoh-contoh Rasullullah dalam aktifitas politik dengan adab-adabnya yang berdasar akhlak Islam, juga tentang kriteria kepemimpinan menurut Islam.
“Adapun masjid terlarang untuk dipakai kampanye, yakni kegiatan politik praktis yang dimanfaatkan oleh masing-masing kelompok calon/pendukung, potensial riskan dan berdampak disharmonisasi,” papar Ketua DMI Kuningan, Dr. Ugin Lugina, M.Pd didampingi Ano Sutarno, M.Pd. (Sekretaris PD DMI)
dalam keterangan tertulis, Senin (7/10/2024).
Sikap pandang PD DMI Kuningan, Ugin menerangkan, soal berkampanye politik praktis di masjid itu tidak sepakat.
“Apalagi ketika kondisinya dihiasi tampilnya para calon pemimpinya sama sama umat Islam tapi beda partai dan beda pendukunganya, berkerumun dengan simbol-simbol, lambang atau kostum partai yang berbeda-beda, dengan saling menghendaki untuk pro/mendukung pada tawarannya masing-masing, hal itu potensial akan memecah keharmonisan umat Islam (jamaah masjid),” terangnya.
Sejalan dengan pendapat, anggota bidang dakwah DMI, Ustadz Hidayat Mutakin, SE., M.Hi menuturkan tentang pentingnya mengawal Marwah masjid untuk dimulyakan bagi kemanfaat dan kemaslahatan umat, sebagaimana QS. At Taubah ayat 107:
“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman, serta untuk menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka pasti bersumpah, “Kami hanya menghendaki kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya). [Surat At-Taubah: 107],” paparnya.
Selain itu, lanjut Ustadz Hidayat, mempertimbangkan adanya peraturan KPU yang disampaikan Dr. Dadang, dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2024 Tentang Kampanye Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Walikota Dan Wakil Walikota, Bab VIII Pasal 57 bagian (1) ayat i; termuat larangan berkampanye menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan.
“Atas dasar itu. Soal kampanye politik praktis di masjid (low politic) yang tidak jelas jaminan kondusifitasnya, PD DMI tidak setuju berlangsungnya kegiatan politik praktis (low politic) di masjid,” ujarnya.
Adapun kegiatan kemasjidan dalam bab politik untuk mencerdaskan umat Islam/jamaah masjid pada level high politic (politik tinggi) seperti tentang kajian sosialisasi memahami nilai-nilai, etika berpolitik berdasarkan ajaran Islam.
“Silahkan untuk berlangsung sebagai bagian dari kegiatan masjid, dengan orientasi memahami Fiqh siyasah (Fiqh politik) sebagai bagian dari kapling kajian ke-Islaman untuk kemanfaatan dan kemaslahatan umat dan bangsa,” imbuhnya.
Dalam hubungannya dengan Pilkada, PD DMI Kuningan berharap agar Pilkada berlangsung dengan damai, jujur, adil, dan sesuai dengan prinsip moral serta etika yang tinggi.
Untuk para calon pemimpinnya diharapkan dapat menjunjung tinggi norma agama dalam setiap tindakan, termasuk money politic (politisasi uang, dan memanfaatkan tempat ibadah/masjid sebagai kepentingan parsial kelompok yang potensial disharmonisasi dan mecederai Marwah masjid / tempat ibadah.
Wallahu alam bisshawwab. (OM)





