KUNINGAN ONLINE – Aktualisasi pendidikan karakter berbasis kultur sekolah dimulai dari tahap perencanaan pembelajaran yang matang. Guru IPS perlu mengidentifikasi nilai-nilai karakter kunci yang ingin dikembangkan, seperti demokrasi, tanggung jawab, peduli sosial, religius, dan kerja sam, yang sejalan dengan visi dan budaya sekolah. Nilai-nilai ini kemudian diintegrasikan secara eksplisit ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus.
Dalam materi IPS yang kaya akan isu-isu sosial, sejarah, dan kewarganegaraan, guru dapat merancang skenario pembelajaran—seperti studi kasus, simulasi, atau proyek kelompok—yang secara inheren menuntut siswa untuk mempraktikkan nilai-nilai tersebut.
Misalnya, diskusi tentang tata kelola pemerintahan dapat menjadi sarana melatih sikap demokratis dan menghormati perbedaan pendapa, sementara proyek pengabdian masyarakat dapat menumbuhkan rasa peduli sosial.
Tahap pelaksanaan adalah inti dari aktualisasi. Guru IPS berperan sebagai fasilitator dan teladan utama. Nilai-nilai karakter dihidupkan melalui metode dan pendekatan komprehensif, tidak sekadar ceramah. Keteladanan guru dalam bersikap jujur, disiplin, dan menghargai siswa menjadi fondasi non-verbal yang kuat.
Di kelas, strategi seperti pembelajaran berbasis masalah atau proyek memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama, bertanggung jawab atas tugasnya, dan mencari solusi secara kritis (mencerminkan karakter kerja sama dan tanggung jawab). Ketika siswa berinteraksi, guru menggunakan momen tersebut untuk memberikan teguran, motivasi, atau sanksi yang mendidik sebagai bagian dari penguatan nilai.
Kultur sekolah, seperti kebiasaan menjaga kebersihan, disiplin waktu, atau ritual keagamaan (seperti salat Dhuha bersama), akan memperkuat karakter yang diajarkan dalam materi IPS. Misalnya, disiplin dalam mengumpulkan tugas IPS mencerminkan disiplin yang ditanamkan oleh kultur sekolah secara keseluruhan.
Penilaian pendidikan karakter dalam IPS tidak hanya fokus pada aspek kognitif, tetapi juga pada kompetensi sikap (afektif) dan perilaku (konatif) siswa. Guru menggunakan rubrik yang jelas untuk menilai sejauh mana nilai-nilai karakter (misalnya, inisiatif dalam kerja kelompok atau sikap toleransi saat berdiskusi) telah diaktualisasikan dalam perilaku sehari-hari, baik di kelas maupun di lingkungan sekolah.Kultur sekolah memainkan peran sentral sebagai pondasi internalisasi.
Persepsi positif siswa terhadap suasana sekolah yang nyaman, kepemimpinan kepala sekolah yang visioner, dan perilaku murid yang suportif akan membentuk lingkungan yang kondusif. Ketika nilai-nilai yang diajarkan di kelas IPS sejalan dengan praktik sehari-hari di sekolah—misalnya, nilai kejujuran yang diajarkan dalam materi sosiologi diperkuat oleh kantin kejujuran—maka internalisasi karakter akan terjadi lebih efektif, menjadikan sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga laboratorium nilai.
Pada akhirnya, aktualisasi pendidikan karakter berbasis kultur sekolah dalam pembelajaran IPS di SMP berhasil dicapai melalui integrasi sistemik di mana kultur sekolah berfungsi sebagai pondasi, penguat, dan laboratorium nilai. Keberhasilan ini ditandai dengan keselarasan utuh antara perencanaan kurikulum IPS dengan nilai-nilai yang dihidupkan oleh seluruh komunitas sekolah, didukung oleh keteladanan guru dan strategi pembelajaran yang transformatif.
Dengan menjadikan IPS sebagai media utama dan kultur sekolah sebagai lingkungan penopang, nilai-nilai karakter esensial (tanggung jawab, kerja sama, dan demokrasi) dapat terinternalisasi secara efektif, membentuk siswa SMP menjadi individu yang cerdas secara akademik sekaligus berkarakter mulia dan siap menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Oleh: Reni Kirani
Mahasiswa Prodi Ilmu Pengetahuan Sosial, UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon