KUNINGAN ONLINE – Anggota Komisi II DPRD Kuningan dari Fraksi Gerindra, Sri Laelasari, menyoroti pentingnya peran Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dan Bulog dalam menjaga stabilitas harga hasil pertanian.
Hal ini ia sampaikan saat meninjau langsung panen ubi di Desa Padarek, Kecamatan Kuningan, Kamis (26/12/2024).
Menurut Sri yang juga sebagai Dewan Pembina Tani Merdeka Indonesia (TMI) Kuningan, optimalisasi Bumdes dapat menjadi solusi konkret untuk menampung hasil pertanian sehingga harga tidak dikuasai oleh tengkulak.
“Melalui Bumdes, hasil panen petani bisa dikelola dengan lebih baik, dan harga jualnya bisa lebih menguntungkan. Selanjutnya, produk hasil pertanian yang ditampung Bumdes dapat dijual ke Bulog, sehingga tercipta mekanisme pasar yang lebih adil,” ujar Sri.
Ia juga mengusulkan kolaborasi antara pemerintah desa, Bumdes, dan pelaku UMKM. Produk seperti ubi dapat diolah menjadi makanan khas atau kuliner kreatif yang bernilai tambah.
“Hal ini diyakini akan meningkatkan pendapatan ekonomi petani sekaligus membuka peluang usaha baru bagi masyarakat,” ujar Sri.
Sri Laelasari menyebut program ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk mendukung ketahanan pangan dan memperkuat sektor pertanian.
“Dengan langkah konkret seperti optimalisasi Bumdes dan peran Bulog, kita bisa menciptakan sistem yang lebih berkeadilan bagi para petani,” sebutnya.
Melalui sinergi pemerintah, Bumdes, dan masyarakat, diharapkan tantangan seperti ketergantungan pada tengkulak dan biaya produksi tinggi dapat diatasi, sehingga kesejahteraan petani semakin meningkat.
Sementara, salah satu petani setempat, Marjana, menjelaskan tantangan yang dihadapi para petani ubi. Dari lahan seluas 700 bata (9.800 m²), ia memanen 28 ton ubi, tetapi harga jual sangat rendah karena ditentukan tengkulak.
Ia menerangkan bahwa harga Ubi besar Rp 1.900 per kg, Ubi kecil Rp 600 per kg dan Ubi jablay (rusak) Rp 300 per kg.
“Keuntungannya sangat sedikit, bahkan nyaris tidak ada, karena biaya pupuk cukup tinggi. Apalagi sekarang Kartu Tani sudah tidak berlaku, sehingga saya harus membeli pupuk bersubsidi sesuai KTP,” ungkap Marjana.
Ia juga mengatakan bahwa tanaman ubi menjadi pilihan pada musim kemarau (Juli-Desember) karena membutuhkan lebih sedikit air dibandingkan padi.
“Selain itu, jika hanya menanam padi di saat mayoritas petani menanam ubi, risiko serangan hama akan meningkat,” kata Marjana.
Marjana mengapresiasi keberadaan Gapoktan dan Mitra Cai yang hingga kini tetap aktif mendukung petani. Penyuluh pertanian juga rutin memberikan pembinaan. (OM)