Selama Delapan Bulan, Pansus Evaluasi TNGC Hasilkan 14 Titik Zonasi Diluar Kawasan TNGC

KUNINGAN ONLINE – Selama Delapan bulan bekerja, Panitia Khusus Evaluasi Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) DPRD Kuningan menggelar jumpa pers di Ruang Banggar, DPRD Kuningan, Senin (28/12).

Iklan

Ketua Pansus TNGC Dede Sembada (PDIP) didampingi tiga rekannya yakni Yudi Budiana (Golkar), Rany Febriani (Demokrat) dan Mohamad Apip Firmansyah menyampaikan hasil kerjanya selama delapan bulan mengenai Evaluasi TNGC.

Iklan

Menurut Dede Sembada, hasilnya yaitu adanya pemisahan kawasan konservasi di luar hamparan atau kawasan enclave.

“Dibentuknya pansus ini adanya aspirasi yang disampaikan oleh 22 desa sejak tahun 2013, ini sudah lama sekali. Setelah kami melakukan pengkajian, kami menemukam fakta-fakta pansus diantaranya diduga ada cacat prosedural,” tutur Desem sapaan akrabnya.

Iklan

Desem menerangkan, itu sudah disampaikan ke Kementrian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, kemudian dicari solusinya.

“Win-win solutionnya, yaitu ada 14 titik yang berada di luar hamparan kawasan TNGC dikeluarkan dari wilayah itu. Hal itu nanti diusulkan menjadi Taman Hutan Raya (Tahura) dan termasuk didalamnya ada Taman Wisata Alam (TWA) Linggarjati, yang diusulkan agar menjadi Tahura yang pengelolaannya bisa diolah oleh Pemkab Kuningan,” terangnya.

Ke-14 titik itu, Desem menjelaskan, antara lain terbagi di 8 Kecamatan, di Kecamatan Pasawahan, ada Buper Padamatang, Buper Cikole – Padamatang, Situ Cicereum – Kaduela, Cibuluh – Kaduela, Buper Simonyet, Batu Luhur Padabeunghar.

“Kemudian di Kecamatan Mandirancan, ada Cibulakan – Randobawa Girang, Kecamatan Cilimus yaitu Ciawi dan Setianegara, selanjutnya Kecamatan Jalaksana yaitu Cibulan – Maniskidul dan Sadamantra,” jelasnya.

Selanjutnya, Kecamatan Cigugur, ada Desa Cigugur, dan Sukageuri – Desa Cisantana, serta di Kecamatan Cilimus yakni TWA Linggarjati.

“Dari 14 titik tersebut mencapai total luas keseluruhannya 84,028 Hektar, Saya juga mengusulkan hal itu diubah menjadi hutan taman raya agar lahannya bisa dikelola oleh pemerintah daerah kabupaten,” ujarnya.

Sedangkan alasan dipisahkan 14 titik tersebut, Desem menegaskan, karena awalnya juga wilayah-wilayah yang berada di luar kawasan hamparan hutan itu.

“Diduga diklaim secara sepihak oleh BTNGC. Saya lihat dari sisi pengaturan zonasinya, tidak ada rekomendasi dari Pemerintah Daerah, sehingga wilayah – wilayah yang tadinya dipeganggang oleh pemerintah daerah itu diambil secara sepihak,” tegasnya.

Menurutnya, wilayah konservasi TNGC adalah wilayah milik perhutani. Maka dari itu seharusnya sebelum adanya surat rekomendasi dari tim terpadu, SK itu sudah terbit.

“Nah ini SK terpadu belum turun Zonasi TNGC sudah terbit, selain surat rekomendasi dari pemerintah daerah juga belum ada,dan hal itulah yang menurut kami, cacat prosedural,” tutur Desem.

Pihaknya menyampaikan, bahwa ada ketentuan sesuai uu no 41 tahun 1999 sebagaimana diubah uu no 19 tahun 2004 tentang kehutanan, di pasal 60 disebutkan bahwa masyarakat dapat mengawasi penyelenggaraan kehutanan.

“Kami dari DPRD sudah tentu undang – undang no 23 tahun 2014, yang menunjuk lembaga DPRD adalah representasi dari perwakilan rakyat sehingga sudah tentu kami dprd mempunyai kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap taman nasional, yang secara operasional di kabupaten kuningan ini adalah TNGC,” ujarnya.

Maka dari itu, kata Desem, untuk mengakomodir kepentingan masyarakat yang sudah menanam Multy Purpose Tree Species (MPTS) atau penanaman pohon secara heterogen, jauh sebelum adanya ini taman nasional ini makanya pihaknya merekomendasikan kepada Balai TNGC untuk menetapkan zona tradisional.

“Nantinya untuk memberikan akses kepada masyarakat untuk mengambil hasil hutan-hutan kayu, jadi bukan menebang kayu tapi tanaman MPTS atau Multispesies yang ada di sana,” kata Politisi PDIP.

Contoh tanaman MPTS itu seperti alpukat, buah-buahan yang sudah ada disana sehingga masyarakat yang sudah menanam tanaman itu diberikan akses.

Menurutnya, hal itu perlu diberlakukan zonasi tradisional sehingga masyarakat tidak diberikan akses ini sebagai komitmen dilaksanakannya SIRJeN s 56 tahun 2005, tanggal 26 Januari 2005, bahwa pengelolaan taman nasional itu akan dilaksanakan secara kolaborasi, kolaboratif berpedoman pada kemenhut hidup saat itu, kemenhut no 19 tahun 2004.

“Maka dari itu, mami akan merekomendasikan kepada pak Bupati untuk membentuk tim berkaitan dengan tindak lanjut dari keputusan pansus ini. Keputusan DPRD ini tentang rekomendasi nanti disampaikam dalam satu butir rekomendasinya meminta bupati untuk membuat tim tindak lanjut,” paparnya.

Lebih jauh Desem menerangkan, keuntungan adanya penentuan zona tradisional yaitu bisa mengatasi berbagai persoalan salah satunya, berkaitan dengan hama karena dengan adanya zona tradisional ini dimungkinkan untuk hama hama tanaman itu meskipun berada dalam taman nasional untuk dilakukan perburuan terhadapnya.

Selanjutnya hasil evaluasi tersebut disampaikan di dalam rapat sidang paripurna, pada pukul 14.00 WIB, yang disetujui oleh 26 anggota legislatif, yang akan disampaikan kepada Bupati Kuningan H Acep Purnama,sebagai rekomendasi hasil keputusan pansus. (OM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *