Kebebasan berpendapat merupakan salah satu pilar utama dalam sistem demokrasi yang sehat. Di Indonesia, hak ini dijamin secara konstitusional melalui Pasal 28E UUD 1945. Namun, pada tahun 2025, ruang kebebasan berekspresi tampak semakin menyempit. Berbagai peristiwa seperti pembatasan konten politik di mediasosial, pembubaran aksi mahasiswa, dan penerapan pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menimbulkan kekhawatiran akan kemunduran demokrasi.
Pemerintah beralasan bahwa langkah-langkah tersebutdiperlukan untuk menjaga stabilitas nasional dan ketertiban umum. Namun, di sisi lain, muncul pandangan bahwa kebijakan semacam ini justru menggerus kebebasan warga negara dalam menyampaikan pendapat. Fenomena ini memperlihatkan adanya ketegangan antara kepentingan menjaga keamanan dan mempertahankan hak sipil masyarakat.
Kemajuan teknologi digital yang semestinya memperluas ruang publik kini justru menjadi alat kontrol baru. Platform media sosial bekerja sama dengan lembaga negara untuk melakukan penapisan konten, yang di satu sisi menekan penyebaran hoaks, namun di sisi lain berpotensi membungkam suara kritis. Akibatnya, banyak masyarakat dan jurnalis yang memilih untuk menahan diri agar tidak dijerat pasal karet — fenomena ini dikenal sebagai self-censorship.
Selain itu, aspirasi publik yang disampaikan melalui demonstrasi kerap dihadapi dengan pendekatan represif. Penangkapan terhadap mahasiswa atau aktivis yang mengkritik kebijakan pemerintah menunjukkan bahwa meski kebebasan berpendapat dijamin oleh hukum, implementasinya masih jauh dari ideal. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: sejauh mana demokrasi Indonesia mampu melindungi warganya agar dapat berbicara tanpa rasa takut ?
PEMBAHASAN
A. Kondisi Terkini Kebebasan Bersuara di Indonesia
Pada tahun 2025, berbagai indikator menunjukkan menurunnya kualitas kebebasan berekspresi di Indonesia. Laporan dari sejumlah lembaga hak asasi manusia menunjukkan adanya peningkatan kasus pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat, baik di dunia nyata maupun digital.
Pembubaran aksi mahasiswa di berbagai kota, pemblokiran akun media sosial yang kritis terhadap pemerintah, serta pengawasan ketat terhadap konten politik di internet menjadi fenomena yang emakin sering terjadi. Revisi UU ITE yang diklaim memperjelas batas ujaran kebencian justru dinilai masih menyisakan pasal-pasal multitafsir.
Banyak pihak menilai bahwa hukum sering kali digunakan bukan untuk melindungi masyarakat, tetapi untuk melindungi kekuasaan. Akibatnya, masyarakat merasa cemas untuk mengungkapkan pendapat, dan ruang publik yang semestinya menjadi wadah dialog demokratis kini berubah menjadi ruang penuh kehati-hatian.
B. Faktor Penyebab Terjadinya Pembatasan Kebebasan
Ada beberapa faktor yang mendorong pemerintah memperketat pengawasan terhadap kebebasan berekspresi. Pertama, alasan keamanan nasional dan stabilitas politik sering dijadikan dasar untuk membenarkan tindakanrepresif. Pemerintah beranggapan bahwa penyebaran ujaran kebencian dan disinformasi dapat memicu konflik sosial.
Kedua, faktor politik turut memengaruhi kebijakanini. Pemerintah yang menghadapi kritik publik cenderung menggunakan regulasi hukum untuk meredam perbedaan pendapat. Selain itu, perkembangan teknologi yang cepat juga belum diimbangi dengan literasi digital masyarakat yang memadai, sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penyalahgunaan media sosial sebagai alat provokasi.
Di sisi lain, tekanan dari kelompok kepentingan tertentu dan meningkatnya polarisasi politik membuat pemerintah mengambil langkah- langkah pengamanan yang berlebihan, yang justru mengorbankan hak kebebasan sipil warga negara.
C. Dampak terhadap Demokrasi dan Partisipasi Publik
Pembatasan kebebasan berekspresi berdampak langsung terhadap kualitas demokrasi. Ketika masyarakat merasa takut untuk bersuara, partisipasi politik menurun dan kritik terhadap pemerintah menjadi lemah.
Hal ini mengakibatkan menurunnya akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, muncul gejala apatisme politik di kalangan generasi muda. Banyak anak muda yang enggan terlibat dalam isu sosial atau politik karena takut dikriminalisasi atau diserang di dunia maya.
Jika kondisi ini terus berlanjut, maka demokrasi akan kehilangan ruhnya sebagai sistem yang mengutamakan partisipasi dan kebebasan warga negara. Dalam jangka panjang, pembatasan kebebasan bersuara dapat memperlemah kepercayaan publik terhadap institusi negara. Rakyat menjadi skeptis terhadap keadilan hukum dan cenderung menganggap pemerintah anti kritik.
D. Upaya Perlindungan dan Harapan ke Depan
Untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan dan keamanan, diperlukan langkah konkret dari semua pihak. Pemerintah harus melakukan revisi mendalam terhadap regulasi yang berpotensi membatasi kebebasan, terutama UU ITE. Penegakan hukum juga harus dilakukan secara proporsional dan tidak diskriminatif.
Di sisi lain, masyarakat sipil, akademisi,d dan media memiliki peran penting dalam mengawal kebebasan berekspresi. Literasi digital harus diperkuat agar masyarakat mampu membedakan antara kritik konstruktif dan ujaran kebencian.
Lembaga HAM dan komunitas jurnalis juga perlu terus memperjuangkan ruang publik yang bebas dari intimidasi.Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan demokrasi yang sehat, di mana kebebasan berbicara berjalan seiring dengan tanggung jawab moral dan sosial.
Kesimpulan
Kebebasan berekspresi adalah elemen vital yang menentukan kualitas demokrasi. Kondisi Indonesia tahun 2025 memperlihatkan bahwa kebebasan ini sedang berada di persimpangan antara idealisme demokrasi dan kepentingan politik.
Pemerintah perlu mengevaluasi setiap kebijakan yang berpotensi membungkam kritik publik, sementara masyarakat harus tetap memperjuangkan hak bersuara dengan cara yang bijak dan bertanggung jawab. Hanya dengan menjaga keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab, Indonesia dapat membangun demokrasi yang matang, terbuka, dan berpihak pada rakyat.
Nama : Faiz Tsabitul Azmi
Prodi : Prodi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial
UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon





