KUNINGAN ONLINE – Penetapan Perubahan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) TA 2020 di Gedung DPRD Kuningan, Jawa Barat, Jumat (4/9/2020) diwarnai aksi walk out anggota dewan.
Aksi walk out itu dilakukan seorang anggota dewan dari Fraksi Gerindra-Bintang DPRD Kuningan, Deki Zaenal Mutaqin. Keluarnya Deki dari ruang sidang, setelah dirinya menyampaikan interupsi sebanyak dua kali sebelum Ketua DPRD mengetuk palu pengesahan Rancangan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA & PPAS) Perubahan Tahun 2020.
“Saya pribadi tidak puas atas proses yang diambil oleh Rapat yang langsung memutuskan tanpa menempuh jalur sesuai aturan dan tata tertib DPRD,” kata Deki usai keluar dari ruang sidang.
Proses yang tidak sesuai aturan itu, Deki menilai ada satu tahapan proses yang dilewati DPRD, sebelum Rapat memutuskan pengesahan Rancangan Kebijakan Umum APBD dan KUA & PPAS Perubahan Tahun 2020.
“Ketika KUA dan PPAS sampai ke legislatif, dan aturannya harus dibahas terlebih dulu oleh anggota DPRD bersama TAPD. Dalam proses pembahasan yang seharusnya dilakukan oleh komisi-komisi guna mendalami apakah sudah sesuai dengan keinginan masyarakat, ini yang tidak ditempuh atau dilakukan,” papar politisi Partai Gerindra itu.
Ia mengklaim, interupsi yang dilakukannya saat rapat sudah sesuai aturan dan sangat perlu dilakukan. Karena berbicara anggaran KUA dan PPAS yang akan dieksekusi oleh pemerintah daerah, menurutnya haruslah sesuai dengan aspirasi dari masyarakat.
“Sementara yang memahami kebijakan anggaran yang sangat prioritas buat masyarakat kan ada mitra SKPD yakni komisi-komisi. Kenapa pembahasan dengan komisi ini dilewatkan?” tanya Deki.
Ketika tahapan pembahasan di komisi-komisi yang sangat krusial dan substansial itu dilewati, Ia khawatir ada program-program yang justru sangat prioritas dibutuhkan masyarakat, malah tidak tercatat dalam rancangan anggaran KUA dan PPAS tersebut.
“Di tengah terbatasnya APBD kita, justru harus cermat dan hati-hati dalam penganggaran program skala prioritas pembangunan. Jangan sampai anggaran yang dieksekusi, tidak tepat sasaran sesuai kebutuhan prioritas masyarakat,” tandasnya.
Tahapan pembahasan melalui komisi-komisi ini, masih kata Deki, juga sudah diatur dalam Tata Tertib DPRD nomor 131 huruf M perohal kewenangan komisi, tertulis “Melakukan pembahasan KUA, PPAS dan RAPBD bersama mitra kerja pada tiap komisi dan selanjutnya menyampaikan nota komisi kepada Pimpinan DPRD untuk dibahas pada Badan Anggaran”.
“Tata tertib ini kan kitab sucinya gedung legislatif yang terhormat dan juga perintah undang-undang karena aturan yang juga mengacu pada aturan di atasnya, salah satunya PP 18 Tahun 2012,” tegas Deki.
Ke depan, Deki berharap situasi pengambilan keputusan yang jelas-jelas tidak sesuai Tatib ini tidak terjadi lagi.
“Saya berharap ini menjadi catatan kita bersama sebagai penyelenggara pemerintah. Semua kegelisahan masyarakat harus terjawab dengan program yang memang berpihak pada masyarakat,” ucap Deki.
Saat ditanya apakah pengambilan keputusan DPRD yang dilakukan Jumat (4/9) siang itu telah cacat hukum, Deki menjawab bahwa dirinya masih perlu mencari jawaban yang tepat, apakah hal itu cacat hukum atau tidak.
“Karena menurut Saya, apabila ada tahapan yang telah jadi perintah undang-undang, tidak ditempuh, jujur Saya anggap ini ada kerancuan,” ujarnya.
Terpantau, dalam Rapat Paripurna DPRD Kuningan terkait Pengambilan Keputusan DPRD terhadap Rancangan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA & PPAS) Perubahan Tahun 2020, yang berlangsung di Ruang Sidang Utama DPRD, Deki dua kali melakukan interupsi, karena menurutnya sebelum ada keputusan pembahasan KUA PPAS itu harus ditempuh dan didalami dulu pada komisi-komisi bersama SKPD mitra kerja, sesuai Tatib yang ada.
Sementara Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdi, menanggapi interupsi Deki, membenarkan bahwa KUA, PPAS sebelum disampaikan, sesuai tata tertib, harus dibahas oleh komisi-komisi.
“Namun sebelum penyampaian perubahan APBD, KUA dan PPAS ini, kita dihadapkan pada persoalan yang tidak bisa dilakukan secara prosedural. Dan pimpinan sudah berkonsultasi dengan pihak Kemendagri untuk keterlambatan ini,” jawab Zul dalam sidang itu.
Tanpa mengurangi esensi dari peran komisi, kata Zul, bahwa anggota Badan Anggaran itu adalah representasi dari fraksi dan komisi. Karena anggota Banggar juga ada dari komisi-komisi.
“Dalam menghadapi kondisi seperti ini, pimpinan DPRD berpendapat sesuai persetujuan Banggar bahwa harus segera diputuskan KUA, PPAS ini, mengejar batas timeline dari Provinsi,” ujarnya.
Terpisah Bupati Kuningan, H. Acep Purnama menyampaikan bahwa pemenuhan agenda rapat Paripurna pada dasarnya selain tugas dan kewajiban konstitusional merupakan aktualisasi prinsip kemitraan antara Pemerintah Daerah dan DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.
“Saya berharap perubahan APBD tahun anggaran 2020 ini berjalan optimal. Nota kesepakatan perubahan KUAPPAS akan menjadi dasar dalam penyampaian APBD perubahan yang akan sama-sama kita bahas segera,” ujarnya. (OM)