Merasa Disingkirkan, Irman Fauzi : Ironis, Instruksi Mengalahkan Regulasi

Politik, Sosial278 views

KUNINGAN ONLINE – Puluhan Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) dari unsur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) merasa disingkirkan untuk kegiatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Kendati demikian mereka telah mengabdi sekaligus ikut menyuskseskan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) yang di dalamnya pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres).

Iklan

Mereka yang sudah berpengalaman dalam pelaksanaan penanganan pengawasan pesta demokrasi agar dapat berjalan langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil (Luber dan Jurdil) tersebut disinyalir dijegal dari seleksi administrasi untuk tidak bisa berpartisipasi aktif lagi.

Padahal berbagai persyaratan sesuai yang dicatumkan telah terpenuhi semuanya termasuk izin dari pimpinan sesuai tingkatannya. Namun tetap gagal karena Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kuningan berpegang teguh terhadap instruksi dari Bawaslu Provinsi Jawa Barat dan Bawaslu RI, bukan regulasi aturan.

Iklan

“Ironisnya, instruksi mengalahkan regulasi sehingga puluhan PPPK tidak bisa kembali menjadi Panwaslu Kecamatan karena Bawaslu berpegang pada instruksi secara lisan,” ujar mantan Ketua Panwaslu Kecamatan Cidahu, Irman Fauzi yang berstatus sebagai PPPK di salah satu sekolah, Rabu (15/5/2024).

Sementara itu, sejumlah PPPK eks Panwaslu Kecamatan diundang audensi oleh Bawaslu Kabupaten Kuningan pada tanggal 2 Mei 2024 di kantor setempat.

Tapi diharuskan membawa surat izin atasan langsung dari Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) atau instansi setingkat yang mengeluarkan surat keputusan pengangkatan pegawai. Serta surat pernyataan cuti/berhenti sementara tanpa tanggungan negara dai instansi terkait.

Akibatnya terjadi diskusi pembedahan aturan supaya terjadi pelurusan isu yang beredar di masyarakat bahwa peserta eksisiting yang berstatus PPPK dikeluarkan dari keanggotaan Panwaslu Kecamatan bukan karena aturan.

“Kalau ada aturannya, mereka minta diperlihatkan atau disebutkan peraturannya. Diduga kuat, tidak diakomodirnya mereka akibat adanya instruksi dari Bawaslu Provinsi Jawa Barat dan Bawaslu RI,” tegasnya.

Menurutnya, yang namanya aturan harus secara eksplisit diatur baik dalam surat edaran (SE) ataupun petunjuk teknis (Juknis), bukan secara lisan atau instruksi/fatwa karena nanti seolah-olah seperti aturan yang dipaksakan atau mungkin ada sesuatu yang sedang dipersiapkan, PPPK = tidak memenuhi syarat (TMS) atau di-TMS-kan.

“Jika ada aturannya, tolong tunjukan kepada kami regulasi mana yang mengatur bahwa status PPPK harus mengajukan cuti tanpa tanggungan selama menjabat sebagai badan adhock Panwaslu Kecamatan karena di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 49 tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, tidak ada yang mengatur hal tersebut,” ucapnya.

Pada Pasal 76 Ayat (1), setiap PPPK berhak mendapatkan cuti. Begitu pula Pasal 77 dijelaskan bahwa yang dimaksud cuti tersebut adalah cuti tahunan, cuti sakit, cuti melahirkan dan cuti bersama. Ini selaras dengan Peraturan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Nomor: 7 tahun 2022 tentang Tata Cara Pemberian Cuti PPPK.

Artinya, di PPPK tidak diatur terkait cuti tanpa tanggungan negara jika diangkat menjadi komisioner atau lembaga nonstruktural. Pada PP Nomor: 11 tahun 2017 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor: 17 tahun 2020 mengenai Pemberhentian Sementara Diatur Khusus bagi PNS. Ketika audensi langsung dengan Ketua Bawaslu Kabupaten Kuningan, Firman dan Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pembentukan Panwaslu Kecamatan, Yayan Supriyatna, para PPK yang masih berjuang tidak mendapatkan jawaban atau keterangan sesuai aturan. Bahkan para komisioner tersebut mengakui kekosongan regulasi. (OM)