Tindakan asusila yang secara sadar dilakukan oleh salah satu anggota DPRD Kabupaten Kuningan berinisial IF yang dikonfirmasi berasal dari fraksi partai berjuluk “padi dan kapas” Nampak jelas menjadi cerminan telah hilang nya rasa malu serta bobroknya moralitas seorang anggota dewan yang semestinya menjadi representatif dari masyarakat kuningan, justru malah terjerat skandal asusila yang secara otomatis berimbas pada citra pribadi, lembaga, dan tak luput pula partai pengusung nya yang konon katanya benafas Islami.
Performa kinerja anggota dewan yang sampai hari ini belum terasa pada seluruh elemen masyarakat menjadi tamparan telak yang diperburuk dengan kasus skandal yang tengah gencar diselidiki, belum lagi situasi pandemi yang sedari awal kemunculannya menjadi problematika tak berujung tanpa formulasi solusi yang jitu, para elite politik partai “Padi dan Kapas” enggan untuk memberikan keterangan lebih lanjut karena menyesuaikan alur koordinasi partai.
Dalih tentang asas praduga tak bersalah menjadi tameng andalan agar reputasi partai tidak anjlok dengan drastis, namun sayangnya masyarakat sudah jengah dengan tingkah polah wakilnya yang kian hari kian amburadul moralnya.
Sanksi tegas berupa pencopotan jabatan sudah barang tentu harus di berikan atas prilaku tersebut. Tetapi muncul keraguan akan ketegasan penindakan dari kasus skandal ini.
Rentannya kongkalikong dan kesepakatan bawah meja dapat dengan seketika mengubur permasalahan ini dalam dalam dan menghipnotis masyarakat seolah tidak terjadi apa apa.
Pelaku hanya akan mendapatkan sanksi sosial secara moril tanpa merasa berdosa atas tindakan nya tersebut. Untuk apa mempertahankan anggota seperti itu dalam komposisi struktural Dewan hari ini ? Tegas nya pecat saja, copot dari jabatan nya secara tidak hormat. Dipergoki secara langsung oleh masyarakat setempat menjadi landasan yang sudah sangat cukup untuk menerapkan sanksi tersebut.
Mandataris yang di amanatkan oleh masyarakat kuningan telah gagal di jalankan dengan baik, karena tidak mampu menahan gejolak syahwat nya, baik sebagai pemegang amanah maupun dirinya sebagai seorang pria malah menjadi bumerang yang menghinakan diri sendiri, keluarga, serta partainya.
Pembinaan kader pada internal partai nyata nya hanya menjadi “Branding” bungkus untuk menghimpun simpati masyarakat belaka. identitas “Partai Islam” tidak serta merta menutupi busuk nya adab dalam bermasyarakat, dan sudah sepatutnya mandat yang diberikan ditarik secara prosedur kepartaian maupun kelembagaan dewan.
Apabila tidak bisa dalam tempo 2 X 24 jam, maka kami PC IMM Kuningan tidak segan untuk turun kejalan untuk aksi tarik mandat sampai lencana pangkat jabatan nya dilucuti oleh Badan Kehormatan Dewan dan nama nya tidak lagi terpampang pada keanggotaan dewan.
Pimpinan Cabang IMM Kabupaten Kuningan